Jakarta – Tafsir Pancasila dalam konteks kekinian bisa dilihat di Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Hal itu dikemukakan pakar hukum tata negara Refly Harun dalam sebuah diskusi di Auditorium LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2017).
Acara yang dimoderatori Deputi Bidang Pengkajian dan Materi UKP-PIP Anas Saidi itu dihadiri Kepala Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) Yudi Latief, pakar ilmu pemerintahan dan politik Daniel Dhakidae, serta ekonom Anthony Budiawan.
“Kalau kita ingin mencari tafsir Pancasila, sebenarnya mudah sekali tafsir Pancasila itu, ada itu, adanya di UUD 1945. Itulah tafsir Pancasila. Jadi kalau mencari tafsir Pancasila ke mana-mana. Itu keliru,” katanya.
Pancasila sebagai dasar negara diimplementasikan langsung dalam UUD 1945. Meski konstitusi Indonesia ini telah mengalami perubahan, namun tetap yang harus dianut adalah konstitusi yang ada sekarang. “Pancasila itu dasar negara dan dasar negara itu diimpelemntasikan lebih lanjut dalam batang tubuh UUD 1945,” ujarnya.
Perubahan yang ada dalam konstitusi ini, katanya, bukan merupakan suatu yang keliru. Perubahan memang dilakukan untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini. “Tapi UUD yang kita punyai sudah berbeda dengan UUD versi yang asli. Sekarang sudah ada pemilihan Presiden langsung. Ada DPD, sudah ada MK dan lain sebagainya”.
Untuk itu, Refly meminta masyarakat supaya terbuka dalam memahami Pancasila dan UUD 1945. Jangan sampai ada anggapan bahwa UUD 1945 versi amandemen itu dinilai bertentangan dengan Pancasila.
“Kalau kita melihat Pancasila, saya berharap kita tidak menjadi orang yang tertutup pemikirannya, karena tafsir Pancasila itu bisa sangat dinamis. Jangan kita mengatakan UUD bertentangan dengan Pancasila, tidak. Karena selama UUD itu existing maka kita harus terima itu tafsir resmi Pancasila,” tuturnya.