Pariaman – Di Kota Pariaman, Sumatera Barat, bulan Muharam tak hanya dikenang sebagai waktu duka atas wafatnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Husain bin Ali, tapi juga menjadi momentum sakral penuh warna melalui tradisi Hoyak Tabuik Piaman. Tahun ini, puncak tradisi tersebut jatuh pada 10 Muharam 1447 Hijriah, bertepatan dengan 6 Juli 2025.
Di balik gegap gempita irama tambur dan keramaian ribuan warga, ada kerja kolektif yang tak banyak disorot: para perajin yang merakit bambu, rotan, kayu, dan kain menjadi ornamen raksasa yang menjulang belasan meter. Ornamen itu dinamakan tabuik, sebuah replika simbolik dari burak, makhluk mitologis bersayap yang diyakini membawa jasad Imam Husain dari Karbala.
Menariknya, ornamen ini bukan sekadar hasil kerajinan tangan. Di balik setiap lekukan badan burak, ayunan ekor, hingga hiasan keranda di punggungnya, terselip kisah spiritual, cinta, dan penghormatan mendalam masyarakat Pariaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kemanusiaan.
Setiap tahun, dua kelompok masyarakat—Tabuik Pasa dan Tabuik Subarang—secara terpisah membangun tabuik masing-masing. Keduanya akan saling unjuk kekompakan saat momen puncak hoyak tabuik atau prosesi menggoyangkan tabuik secara beramai-ramai, sebelum akhirnya kedua tabuik itu dilarung ke laut sebagai penutup ritual.
Ade Ratman (43), salah satu perajin tabuik dari kelompok Subarang, mengungkapkan bahwa ia sudah enam tahun terlibat dalam pembuatan ornamen tersebut. Menurutnya, tantangan terbesar adalah membentuk tubuh burak karena tidak ada standar ukuran atau cetakan pasti. Semuanya dikerjakan dengan kepekaan, ketelitian, dan naluri estetik yang diwariskan secara turun-temurun.
“Yang paling sulit itu bagian buraknya. Tapi justru itu yang paling banyak dicari orang. Mereka ingin lihat makhluk bersayap yang diyakini membawa jasad Imam Husain,” tutur Ade.
Tak hanya prosesi pelarungan yang menyedot perhatian, tetapi juga proses pembuatannya yang kini mulai banyak dikunjungi wisatawan, terutama saat malam hari. Pemerintah Kota Pariaman bahkan menjadikan rumah-rumah tabuik sebagai destinasi budaya, sekaligus menghidupkan sektor UMKM lokal melalui kegiatan kuliner dan suvenir.
Muhammad Ari, wisatawan asal Padang Pariaman, sengaja membawa keluarganya untuk melihat langsung proses pembuatan tabuik. Ia ingin mengenalkan kepada anak-anaknya sejarah dan filosofi di balik ornamen yang biasanya hanya mereka lihat sekilas dari Tugu Tabuik di Simpang Pariaman.
Tradisi tabuik ini dipercaya telah hidup sejak abad ke-19, dan hingga kini terus dilestarikan oleh masyarakat Pariaman dengan semangat yang sama. Pemkot Pariaman sendiri menjadwalkan rangkaian acara Pesona Hoyak Tabuik Piaman sejak 27 Juni hingga 6 Juli 2025, dengan dukungan dari berbagai komunitas dan pelaku budaya.
Wali Kota Pariaman, Yota Balad, menegaskan bahwa tabuik bukan sekadar tontonan. Lebih dari itu, tabuik adalah warisan budaya yang merekatkan identitas masyarakat Pariaman lintas generasi.
“Jangan hubungkan tabuik dengan soal agama. Ini adalah tradisi budaya yang sudah berlangsung ratusan tahun, dan menjadi bagian dari kekayaan kita,” tegasnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!