Suluh Kebangsaan Gelar Diskusi tentang Radikalisme di Indonesia

Jakarta – Suluh Kebangsaan menggelar diskusi bersama beberapa pihak, membahas persoalan negara dan kebangsaan saat ini. Anggota Suluh Kebangsaan Siti Ruhaini Dzuhayati menjadi fasilitator dalam diskusi mengenai Body of Knowledge dan Shares Mental Model Keberagaman dan Kebangsaan.

Dalam diskusi tersebut, Siti bersama perwakilan Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam, Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan Forum Rektor Indonesia sempat membahas tentang radikalisme di Tanah Air.

Melalui diskusi ini, Siti mengatakan, mereka sepakat Indonesia tetap berdasarkan empat pilar yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.

“Semuanya sepakat bahwa konsep atau body knowledge kebangsaan kita itu adalah NKRI dengan kebhinekaan, sebagai sebuah kodrat yang diberikan Tuhan, dan itu cukup relevan. Artinya empat pilar yang dirumuskan MPR masih relevan,” kata Siti di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (19/12).

Terkait radikalisme, Suluh Kebangsaan selalu menyampaikan kepada semua pihak untuk memetakan bagaimana persoalan kebangsaan. Salah satu pihak tersebut adalah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Tak hanya itu, Suluh Kebangsaan juga akan membahas masalah ini dengan pemangku kepentingan lainnya.

“Pemangku kepentingan itu tentu saja kehadiran negara, dari mulai kementerian, kelembagaan, dan semua unsurnya itu, termasuk BPIP, termasuk komisi-komisi, tetapi juga ada unsur organisasi masyarakat,” ucap Siti.

Selain itu, politisi dan partai politik juga akan masuk dalam daftar pemangku kepentingan yang akan diajak berdiskusi bersama Suluh Kebangsaan, untuk membahas paham radikal.

“Politisi dan parpol juga untuk betul-betul berkomitmen tinggi untuk kebangsaan ini,” kata Siti.

Siti menjelaskan, adanya pemikiran tentang khilafah lantaran ada yang tak puas dengan empat pilar itu.

“Satu, ada kepentingan pragmatis yang kemudian menjadikan politik identitas itu menjadi sesuatu untuk mencari kekuasaan. Meskipun memang ada efeknya, ada ideologisasi,” ucap dia.

Tetapi yang lebih substantif, kata dia, adalah masalah ketidaksabaran bahwa tujuan kebangsaan sebagai amanah konstitusi itu dirasakan tidak bisa tercapai atau lambat tercapai.

Menurut Siti, keagamaan juga harus disosialisasikan kepada masyarakat, khususnya anak-anak muda. Hal itu penting agar pemikiran radikalisme tidak dibawa-bawa dari segi keagamaan.

“Ini tantangannya kita harus ubah semua proses-proses pembelajaran kebangsaan dan pembelajaran keagamaan,” ujarnya.