Jakarta – Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengapresiasi pemerintah daerah (Pemda) yang mampu menyandang predikat sebagai kota toleran. Dengan predikat itu, daerah tersebut dinilai berhasil menjaga kedamaian dan kerukunan di tengah masyarakat yang beragam.
Hal itu disampaikan Suhajar dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pemerintah Daerah dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Grand Ballroom Hotel Novotel Tangerang, Banten, Selasa (28/2).
Rakornas itu mengusung tema “Sinergi Memantapkan Kerukunan Umat Beragama dalam Mewujudkan Pemilu yang Aman, Damai dan Harmoni.”
Suhajar menyebutkan sejumlah daerah yang berhasil menyandang predikat sebagai kota toleran, seperti Kota Singkawang dan Kota Manado.
“Nah ini (hasil) kerja keras Bapak-Bapak/Ibu-Ibu semua, hal-hal seperti itu harus kita perhatikan bersama,” ujarnya.
Suhajar bersyukur meski terdiri dari berbagai latar belakang suku, agama, dan ras, kerukunan masyarakat di Indonesia tetap dapat terwujud.
Namun demikian, dirinya juga menyadari masih terdapat sejumlah konflik yang perlu menjadi perhatian semua pihak.
“Kita menyaksikan misalnya di sebuah negara yang sukunya hanya di bawah 10, tapi dia perang dan tidak berkesudahan, bayangkan suku kita berapa, banyaknya suku bangsa suku bangsa kita, maka keberagaman ini adalah anugerah untuk kita semua,” ujarnya.
Di lain sisi, dirinya menyinggung hasil penelitian yang menyebutkan sejumlah aspek jika suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari. Aspek tersebut seperti kemampuan memelihara sistem budaya yang dianut. Hipotesisnya, masyarakat yang tidak mampu memelihara sistem budayanya bakal membuat peradaban bangsa tersebut pudar bahkan lenyap.
Suhajar pun menekankan tentang perlunya kemampuan beradaptasi dengan perkembangan dunia yang berubah begitu cepat. Hal ini bukanlah tugas ringan, karena adaptasi terhadap dunia luar tersebut dilakukan seiring dengan upaya memelihara kebudayaan yang dimiliki.
Adapun aspek berikutnya yakni mencari fungsi-fungsi yang bisa mengintegrasikan perbedaan di tengah masyarakat, sehingga keberagaman tidak menjadi faktor pemecah belah.
“Jangan justru mencari perbedaan-perbedaan yang bisa memecahnya, misalnya kalau kita antarumat beragama, kan cara beribadah orang Islam berbeda dengan orang Buddha, itu tidak usah kita perdebatkan,” tandasnya.