Purwokerto – Para stakeholder dan pelaksanan program deradikalisasi harus menyamakan persepsi terkait data, pola, dan strategi paham radikal terorisme. Ini penting agar proses deradikalisasi narapidana terorisme (napiter) berjalan dengan baik sehingga mampu mereduksi bahkan menyembuhkan para napiter dari penyakit radikal terorisme saat mereka menjadi orang bebas lagi.
Hal itu dikatakan Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, saat pembekalan program deradikalisasi kepada Kepala Lapas dan pamong/wali narapidana terorisme di Lapas wilayah Nusakambangan, Purwokerto dan Cilacap di Hotel Luminor, Purwokerto, Selasa (14/2/2023).
“Penyamaan persepsi terkait data, pola, dan strategi tindak lanjut (pembinaan) antar pegiat deradikalisasi penting mengingat narapindana yang ditangani terpapar virus radikal terorisme,” kata Nurwakhid.
Ia menekankan pentingnya membangun koordinasi antara BNPT, Densus dan Lapas, terutama para pamong narapidana terorisme dalam melakukan identifikasi kepada narapidana terorisme. Menurutnya, pretest counter radicalism (PCR) menjadi syarat penting sebagai dasar awal melakukan pemetaan tingkat paparan virus radikal terorisme seseorang.
Pada kesempatan itu, Nurwakhid memaparkan indikator penilaian kepada narapidana terorisme yaitu, komitmen kebangsaan, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Kedua, toleransi terhadap keragaman. Ketiga, anti kekerasan. Keempat akomodatif terhadap budaya dan kearifan lokal.
Dalam salah satu pembuktiannya, ungkapnya, napiter harus memutuskan baiat kepada amir maupun kelompoknya dan mengakui kedaulatan NKRI.
“Karena diawali dari sumpah, maka ketika kita merehabilitasi secara ideologi harus diakhiri dengan cabut baiat, lalu melakukan taubat konstitutsi,” ucap lulusan Akademi Kepolisian tahun 1989 ini.
Dalam taubat konstitusi ini, Nurwakhid menyatakan perlunya keseriusan dari narapidana terorisme untuk bertaubat, salah satunya harus bisa menghapal Pancasila dan Lagu Indonesia Raya.
“Taubat konsititusi yaitu menjamin dirinya sudah moderat dengan indikator mereka sepakat dengan komitmen kebangsaan, Pancasila, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI,” tambah Nurwakhid.
Kasubdit Bina dalam Lapas, Kolonel (CZI) Roedy Widodo menambahkan bahwa strategi penanggulangan terorisme, termasuk deradikalisasi di dalam Lapas dilakukan dengan pendekatan Pentahelix, yakni dengan melibatkan unsur pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat dan media.
“Kegiatan ini bertujuan untuk menyempurnakan program deradikalisasi di lembaga pemasyarakatan. Untuk sama-sama mengambil peran tugas di bidang deradikalisasi dalam lapas agar narapidana terorisme tersebut kembali ke NKRI,” ucap Roedy.
Haryoto, salah satu peserta kegiatan mengungkapkan pentingnya pembekalan bagi pegiat deradikalisasi di dalam lapas. Hal ini untuk membentengi diri agar tidak terpengaruh dari narapidana terorisme.
“Acara yang bagus, perlu diadakan seri berikutnya,” ucap Haryoto, Plh. Kepala Bidang Pembinaan Narapidana Lapas Kelas 1 Batu, Nusakambangan. “Materinya luar biasa, dan perlu ditularkan kepada petugas lapas,” tambahnya.
Kegiatan pembekalan deradikalisasi ini juga dihadiri oleh Kasubdit Hubungan Antar Lembaga Aparat Penegak Hukum BNPT, Kombes Pol. Slamet Riyadi, perwakilan dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham RI, Densus 88 AT Polri, Kementerian Agama Kabupaten Cilacap, serta dihadiri oleh Kalapas dan pamong narapidana terorisme wilayah Nusakambangan, Cilacap dan Purwokerto.