Stafsus Menag Sosialisasikan Moderasi Beragama pada Mahasiswa Cirebon

Cirebon – Staf Khusus (Stafsus) Menteri Agama (Menag) RI memberikan
edukasi penguatan moderasi beragama kepada puluhan mahasiswa di
Cirebon, Jawa Barat agar tidak terpengaruh konten intoleran dan
radikal di media sosial.

“Hasil survei Mabes Polri menyatakan 87 persen konten keagamaan itu
isunya adalah intoleran dan radikal. Maka penting memberikan pemahaman
kepada mahasiswa bahwa ada bahaya di medsos,” kata Stafsus Menag
Bidang Kerukunan Umat Beragama Muhammad Nuruzzaman di Cirebon, Minggu,
(17/9).

Menurut dia anak muda di Indonesia, terutama generasi milenial
memiliki kemudahan mengakses konten semacam itu. Oleh karenanya
Kementerian Agama (Kemenag) berkomitmen untuk menumbuhkan pemahaman
bahwa cara pandang dalam beragama harus moderat.

Ia menjelaskan moderasi beragama mencakup pada aspek cara berpikir
serta menerapkan praktek beragama yang lebih baik demi kemaslahatan
bersama dan kemanusiaan. Tidak hanya umat Islam, hal tersebut berlaku
bagi semua pemeluk agama di Indonesia.

“Maka kemudian kami masuk ke kampus-kampus memberikan penguatan dan
pemahaman, cara beragama itu lebih moderat. Bukan hanya Islam, tapi
semua agama sebenarnya,” ujarnya.

Selain di Cirebon, kata dia, dalam waktu dekat kegiatan edukasi itu
akan dilaksanakan di Institut Agama Kristen Negeri Toraja, Kabupaten
Tana Toraja, Sulawesi Selatan.

Ia menilai kegiatan seperti itu merupakan salah satu indikator kalau
Kemenag menjalankan kewajibannya untuk menciptakan kualitas kehidupan
beragama lebih baik, sesuai amanat yang tertuang dalam undang-undang.

“Dalam rangka itu, Kemenag melakukan penguatan moderasi beragama bagi
seluruh masyarakat di Indonesia,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Nuruzzaman juga mengimbau semua pihak tidak
menggunakan agama sebagai alat elektoral menjelang tahun politik di
2024. Masyarakat pun harus menjaga kerukunan dan tidak mudah terpecah
belah, meskipun memiliki cara pandang yang berbeda.

“Untuk pemilihan umum (pemilu) mendatang, jangan gunakan agama menjadi
alat elektoral. Kemudian berpolitik dengan riang gembira, beda pilihan
yang tetap bersahabat,” ucap dia.