Jakarta – Untuk lebih menguatkan masyarakat agar terhindar dari bahaya terorisme, Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY, Rabu (5/4/2023) menyelenggarakan sosialisasi pencegahan dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme, di Kabupaten Bantul.
Pada pelaksanaan kemarin ditujukan bagi perwakilan warga Kalurahan Palbapang Kapanewon Bantul yang berlangsung di RM Joglomas Resto di Ngimbang Pendowoharjo.
Narasumber yang dihadirkan yakni Anggota Komisi A DPRD DIY KPH Purbodiningrat SE MBA, Tim Pencegahan dan Deradikalisasi Polda DIY Iptu Ida Artha dan Kabid Agama, Sosial dan Budaya Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY Dr HM Anis Masduqi Lc MSi.
Hal yang menarik dalam kegiatan tersebut adalah hadirnya mantan narapidana terorisme (napiter) Dwi Susiadi. Sedangkan, peserta sosialisasi selain Lurah Palbapang Sukirman SH, juga beberapa tokoh masyarakat, pengurus takmir masjid, tokoh agama dan karang taruna.
KPH Purbodiningrat menyebutkan, meski kelihatan aman dan terkendali, namun sebenarnya DIY sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Pernyataan tersebut sempat mengundang pertanyaan peserta sosialisasi, yang kemudian dijelaskan, bahwa bibit-bibit ekstremisme dan intoleransi sudah muncul di permukaan. Termasuk, tindak kekerasan jalanan yang makin memprihatinkan.
Oleh karena itu, ujarnya, tiap-tiap keluarga harus meningkatkan kewaspadaan, termasuk di lingkungan masyarakat. Pihaknya, meminta agar jangan ada celah sedikitpun ekstremisme, radikalisme dan terorisme tumbuh di DIY. “Nilai-nilai luhur Pancasila harus ditanamkan sejak dini,” tegasnya, seraya meminta agar peran Satlinmas dan Babinkantibmas diperkuat, mengaktifkan jaga warga dan forum komunikasi deteksi dini (FKDM).
Kabid Agama, Sosial dan Budaya FKPT Anis Masduqi menjelaskan, ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme adalah keyakinan dan/atau tindakan yang menggunakan cara-cara kekerasan ekstrem dengan tujuan mendukung atau melakukan aksi terorisme. Saat ini, penyebaran paham ekstremisme dan radikalisme semakin masif, termasuk melalui media sosial. “Kalangan muda paling potensial menjadi sasaran,” ujar Dosen UIN Sunan Kalijaga ini.
Pencegahan dan penanggulangan yang perlu dilakukan, menurut Anis Masduqi, perlu melibatkan banyak pihak. Termasuk kalangan agamawan. Sebab, tidak sedikit pula, bahaya ektremisme dan radikalisme diawali dari cara memahami agama yang keliru. Mereka belajar agama bukan dari sumber-sumber yang kredibel.
Sementara itu, Tim Pencegahan dan Deradikalisasi Polda DIY pada kesempatan itu menyodorkan data, jumlah eks napiter di Bantul termasuk tertinggi dibandingkan daerah lain di DIY. Oleh karena itu, sosialisasi ini dinilai tepat. Ia juga menyebutkan, potensi rekrutmen radikalisme di Indonesia mengarah kepada kelompok peremuan, kaum muda dan masyarakat urban.
Sedangkan cara penyebarannya antara lain melalui kajian agama, hubungan keluarga dan kerabat, [erkawinan, buku ormas dan komunitas, Lembaga Pendidikan, konflik sara dan media sosial.
Testimoni oleh mantan napiter Dwi Susiadi pada kegiatan itu memperoleh perhatian serius. Dwi berharap jangan ada lagi warga Bantul yang terpapar radikalisme hingga terorisme. Ia tak menyangka keikutsertaan dirinya pada kajian agama secara khusus itu menjurumuskan dan pada akhirnya harus ditangkap Densus 88 Antiteror pada 2019. “Dulu saya menganggap, kelompok sayalah yang paling benar dan mengkafirkan pihak lain,” katanya.
Kegiatan sosialisasi itu sendiri, menurut JFT Penggerak Swadaya Masyarkat Muda Kelompok Substansi Kewaspadaan Nasional Kesbangpol DIY, Monica Irene Donatirin SIP MPA, berlangsung 78 kali hingga akhir 2023. Sedangkan, lokasi yang dipilih secara bergantian di kabupaten/kota di DIY.