Sosialisasi Pencegahan Radikalisme dan Terorisme Harus Masif di Seluruh Lapisan Masyarakat

Yogyakarta – Sosialisasi pencegahan radikalisme dan terorisme harus dilakukan di seluruh lapisan masyarakat, baik lingkungan masyarakat umum, lembaga pemerintah, Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN), swasta, dan lain-lain. Kalau sosialisasi berjalan dengan baik, masalah radikalisme dan terorisme di Indonesia bisa teratasi dengan baik pula.

Pernyataan itu diucapkan Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulalngan Terorisme (BNPT) Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis saat mewakili Kepala BNPT menjadi narasumber Sosialisasi Pencegahan Radikalisme dan Terorisme di Lingkungan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) I s/d XIV di Gedung Auditorium PT. LPP Agro Nusantara, Yogyakarta, Jumat (6/3/2020).

“Masalah radikalisme dan terorisme ini bukan hanya milik BNPT saja, tetapi juga masalah seluruh bangsa Indonesia. Jangan sampai masalah radikalisme dan terorisme menyebar ke Indonesia. Kalau itu terjadi alangkah sedihnya kita. Lihatlah apa yang terjadi di Suriah dan Irak, dimana dua negara itu dulu kaya dan indah, kini hancur lebur karena dirusak radikalisme dan terorisme,” papar Deputi 1 di depan seluruh komisaris dan direksi PT PTPN Group.

Jebolan Akmil 1986 ini berharap, dengan dilakukannya sosialisasi ini, seluruh pejabat PT. PTPN Group bisa ikut ikut mensosialisasikan radikalisme dan terorisme di lingkungannya masing-masing. Ia optimistis, bila masing-masing bagian, apakah itu lembaga pemerintah, BUMN, swasta, mensosialisasikan, masalah radikalisme dan terorisme akan bisa teratasi di Indonesia.

Pada kesempatan itu, Deputi 1 memaparkan berbagai hal terkait bahaya terorisme dan upaya-paya pencegahan yang telah dilakukan.Salah satunya tentang terorisme lama dan terorisme baru. Terorisme lama dulu penyebaran itu dilakukan melalui cara-cara konvensional seperti pengajian, dakwah, serta persaudaraan atau pertemanan, sementara terorisme baru melalui internet dan media sosial.

“Sekarang mereka bisa baiat secara online, dulu harus tatap muka dan bertemu. Bahkan untuk nikah mereka bisa secara online,” jelas mantan Danrem 173/Praja Vira Braja ini.

Hendri juga menceritakan bagaimana dahsyatnya doktrin-doktrin yang diberikan para teroris. Hal itu ia diketahui dari salah satu tokoh teroris yang kini masih mendekam di penjara. Menurutnya, para teroris itu hanya butuh tiga pertanyaan untuk melakukan awal doktrinasi. Pertama membandingkan negara Islam dengan negara kafir, kedua membandingkan Alquran dengan Pancasila, dan ketiga membandingkan presiden dengan Nabi. Di awal dengan tiga model pertanyaan itulah, biasanya proses radikalisasi itu mulai masuk ke sasaran.

“Bila ini tidak difilter atau dijaga negara, hanya sebentara anak-anak akan dapat pemahaman tidak benar. Bahkan doktrin-doktrin seperti itu sudah sudah masuk di pesantren dan juga lembaga pendidkan seperti PAUD, SD, SMP, SMA, sampai perguruan tinggi juga sudah masuk,” terang Hendri.

Dari gambaran itulah, Hendri menjelaskan bagaimana mencegah agar radikalisme itu tidak masuk ke indonesia. Pasalnya bila radikalisme itu masih bercokol dan terus masuk ke Indonesia, maka seluruh bangsa Indonesia pasti menderita.

“Itulah yang saya sampaikan agar seluruh hadirin bisa menjaga diri masing-masing dan menjaga keluarganya agar jangan sampai paham radikal berkembang masuk ke Indonesia,” tukasnya.

Sementara itu, Direktur Umum PT. PTPN Seger Budiarjo sangat mengapresisasi pengatahuan dan pemahaman tentang isu radikalisme dan terorisme belakangan ini. Menurutnya, PTPN sangat menyadari betapa pentingnya masalah ini sehingga pihaknya ingin menjadi bagian sinergi dengan BNPT.

“Kami mempunya karyawan ribuan sehingga PTPN sangat menyadari betul dan ingin berkontribusi sebisa kami untuk tetap memperoleh dan menjaga NKRI sesuai dengan tugas kita,” kata Seger.

Dengan adanya pengetahuan dan pemahaman yang diberikan Deputi 1 itu, terutama kepada level pimpinan, PTPN berharap baik langsung maupun secara langsung bisa berperan mensosialisasikan masalah ini.

“Paling tidak di internal PTPN tentang bahaya radikaisme, pencegahannya, dan juga barangkali kita bisa berkontribusi dalam bentuk yang lain,” sebutnya.