Jakarta – Standar Operasional Prosedur (SOP) Sistem Keamanan Destinasi Wisata dalam menghadapi ancaman terorisme yang tengah disusun oleh Direktorat Perlindungan Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diharapkan bisa dinamis, terutama menyikapi perkembangan ancaman terorisme di masa-masa mendatang. Untuk itulah, Subdirektorat Keamanan Lingkungan Direktorat Perlindungan Deputi I BNPT mengajak semua pihak untuk bisa konsen dan membantu pembuatan SOP ini sehingga bisa menghasilkan rumusan terbaik dalam melindungi destinasi wisata di Indonesia dari ancaman terorisme.
Direktur Perlindungan Deputi I BNPT Brigjen Pol Drs H Herwan Chaidir mengungkapkan bahwa pihaknya berupaya untuk menyesuaikan dengan kondisi yang terus berkembang terkait dengan ancaman terorisme. Hal itulah yang dijadikan landasan itulah yang dijadikan landasan dalam penyusuhan SOP ini.
“Penyusunan SOP ini telah melalui proses yang panjang. Kami bahkan telah mendatangi beberapa tempat untuk mencari data. Selain itu, kami juga mencermati perkembangan yang terjadi seperti telah bebasnya beberapa napi gembong terorisme seperti Abu Dujana, Mbah atau Zarkasih, Sofyan Tsauri, Abu Tholut, dan lain-lain. Semua kami rangkai untuk mencari titik temu dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat terutama yang terkait dengan destinasi wisata,” ungkap Herwan di sela-sela SOP Sistem Keamanan Destinasi Wisata Dalam Menghadapi Ancaman Terorisme di Sahati Boutique Hotel, Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Menurut Herwan, dinamika yang terjadi terkait aksi terorisme ini memang harus terus dicermati. Seperti usai terjadinya Bom Bali, ia mengumpamakan seperti meledakkan gunung es. “Semua pelaku memnag berhasil ditangkap, tapi gumpalan persoalan dibawahnya masih banyak yang harus diselesaikan. Salah satunya adalah hal-hal yang berkaitan dengan jiwa kekerasan. Karena di sana ada masalah historis, kebencian, ketidakadilan, dan kebijakan politik, sehingga timbul cara pemikiran kekerasan. Itulah yang akan kita coba bahas dan membuat SOP perlindungannya,” terang Herwan.
Selain itu, lanjut Herwan Chaidir, masih adanya anak cucu para pelaku terorisme masa lalu yang masih ingin memperjuangkan cita-cita leluhurnya dengan mendirikan negara Islam di Indonesia. Semangat seperti itu dinilai masih ada di kelompok masyarakat tertentu sehingga harus terus dicermati. Untuk itu, perlu ada SOP untuk menangani mereka. Pasalnya bila penanganannya salah, maka semangat itu akan mengkristal dan bisa jadi masalah besar.
“Jadi kita harus terus menyesuaikan dinamika yang terjadi. Seperti sekarang, kita berhadapan dengan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), sementara dulu belum ada. Intinya kita memang harus dinamis dan tidak kaku menyikapi pembuatan SOP perlindungan destinasi wisata ini, sesuai dengan dinamika yang ada,” pungkas Herwan Chaidir.