Surabaya – Penyusunan Standard Operational Procedure (SOP) Sistem Keamanan Obyek Vital Ketenagalistrikan adalah untuk membuat pedoman para pelaksana di lapangan dalam menghadapi kemungkinan ancaman terorisme. Pembahasan SOP Sistem Keamanan Obvit Ketenagalistrikan itu telah memasuki Focus Group Discussion (FGD) Ketiga di Hotel Java Paragon, Surabaya, Kamis (25/8/2016).
“SOP ini bertujuan untuk memudahkan para petugas di lapangan dalam memahami tugas dan tanggungjawab dalam pelaksanaan pengamanan di lokasi Instalasi ketenagalistrikan dalam menghadapi ancaman terorisme,” ujar Kasubdit Pengamanan Obyek Vital, Transportasi dan VVIP Direktorat Perlindungan BNPT Kolonel (Mar) Purwanto Djoko saat mengawali paparan FGD.
Menurut Kolonel Purwanto, pembuatan SOP ini melibatkan instansi terkait ini sebagai bentuk antisipasi apabila terjadi ancaman terorisme di obyek vital ketenagalistrikan. Sebelum draft SOP tersebut jadi, BNPT telah melaksanakan penyusunan database di 8 provinsi pada tahun 2014 lalu sebagai bentuk observasi dan pencarian data.
Data yang dikumpulkan tentang sistem keamanan, kerawanan dan kerjasama yang telah dilakukan dengan masyarakat serta TNI/ Polri. Dilanjutkan dengan Rakor kemudian FGD yang perspektifnya adalah mencari masukan dan saran. Perspektif SOP adalah hubungan antar lembaga tanpa bermaksud menghilangkan dan mengganggu SOP internal yang telah dimiliki masing-masing obyek.
“Itu perlu kita uji dan sempurnakan. Ini FGD yang ketiga untuk mecari masukan dan saran dalam membuat revisi yang sudah dibuat. Setelah itu, SOP ini aka nada tindak lanjutnya yaitu sosialisasi, kemudian implementasi dan assessment,” imbuh Purwanto.
Pada kesempatan itu, Kolonel Purwanto Djoko sedikit memaparkan sejarah terorisme di Indonesia. Menurutnya, terorisme internasional diawali dengan keberadaan Taliban di Afganistan yang kemudian berganti baju menjadi Al Qaeda. Sekarang, muncul ISIS yang merongrong Suriah dan Irak untuk mendirikan negara Islam yaitu ISIS.
Di Indonesia, aksi terorisme internasional berawal dari rangkaian bom-bom di tahun 2000-an, terutama bom Bali. Para pelaku teror itu setelah terungkap ternyata para kombatan yang pernah berlatih di Afganistan dan Mindanao. Kemudian rangkaian teror 2008-2010, para pelaku yang dulu latihan bersama Taliban, berbaiat ke Al Qaeda. Dan teror akhir-akhir ini didalangi ISIS.
“Mereka sebenarnya hanya ganti chasing saja dari Taliban ke Al Qaeda dan ke ISIS,” ungkapnya.
Dulu saat Orde Lama dan Orde Baru, pencegahan terorisme di Indonesia dilakukan dengan cara refresif. Kemudian di era reformasi dilakukan penegakan hukum. Dan sejak 2010, dibentuk BNPT sebagai coordinator penangulangan terorisme di Indonesia. BNPT memiliki tiga Kedeputian yaitu Deputi 1 Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi. Deputi 2 Bidang Penegakkan Hukum dan Pembinaan Kemampuan. Deputi 3 Bidang Kerjasama Internasional.
“Inti dari semua itu adalah bagaimana kita bisa mencegah dan melindungi anak bangsa dari ancaman terorisme,” tukas Kolonel Purwanto Djoko.