Soft Approach Penanganan Terorisme di Indonesia Jadi Primadona Dunia

Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tengah sibuk melayani undangan dari berbagai negara untuk memaparkan program penanggulangan terorisme, khususnya soft approach. Hal itu disadari keberhasilan Indonesia (BNPT) dalam penanganan terorisme dengan menggunakan soft approach.

“Ini fakta bahwa program soft approach telah mendapat pengakuan dunia. Saat ini kami sibuk melayani permintaan dari luar negeri untuk memaparkan program soft approach. Bahkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump meminta kami ke Gedung Putih untuk mendapatkan kejelasan tentang program soft approach. Sampai sedemikianlah gaung soft approach yang kami lakukan,” kata Kepala BNPT Komjen Pol. Drs. H. Suhardi Alius, MH saat memberikan laporan pengantar pada Rapat Kelompok Ahli BNPT di Jakarta, Senin (13/11/2017).

Rapat Kelompok Ahli BNPT ini dihadiri Kepala BNPT dan jajaran pejabat eselon 1, 2, dan 3 BNPT. Dari kelompok ahli, hadir Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, Irjen Pol (purn) Drs. Ansyaad Mbai, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Hamdi Muluk, Msi, Prof Iwan Gardono Sujatmiko, Dr. Hamdan Zoelva, SH, MH, Prof. Hikhamahanto Juwana, SH, LLM, PhD.

Beberapa program soft approach yang dilakukan BNPT antara lain saat ini telah direkrut 30 mantan teroris untuk dijadikan agen perdamaian. Mereka dilatih public speaking agar nantinya bisa menyebarkan pesan damai di depan orang banyak. Diharapkan pesan damai dari para mantan itu akan lebih diterima oleh rekan-rekan mereka yang masih radikal.

Selain itu, BNPT juga telah membuat semacam boarding school (Taman Pendidikan Anak/TPA) di pesantren yang dikelola mantan teroris Khairul Ghazali (Deliserdang) dan Ali Fauzi (Lamongan). Menurut Komjen Suhardi Alius, pembangunan kedua TPA itu tanpa menggunakan dana dari APBN, melainkan murni swadaya.

“Saat ini kedua tempat ini menjadi fenomenal dan pusat perhatian dunia, khususnya dalam penanganan terorisme,” jelas Komjen Suhardi Alius.

Program selanjutnya, lanjut Komjen Suhardi Alius, BNPT terus membangun jaringan dengan anak muda dengan membantu duta damai dunia maya. Saat ini sudah ada 600 duta damai dari 10 kota di Indonesia. Mereka dididik membuat tulisan, meme, foto, video dengan bahasa anak muda dan disebarkan di dunia maya. Diharapkan keberadaan duta damai dunia maya ini bisa menjadi agen perdamaian dengan menyebarkan pesan damai di dunia maya.

Selain itu, BNPT terus memperkuat sinergi dengan dua organisasi masyarakat terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah. BNPT juga terus memonitor Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi Foreign Terrorist Fighters (FTF) di Suriah. Bahkan beberapa waktu lalu, BNPT berhasil memulangkan 19 deportan dari Suriah.

Tidak hanya memulangkan mereka, BNPT juga berhasil mendapatkan testimoni dari para deportan tentang apa yang mereka alami selama bergabung dengan kelompok radikal, ISIS.

“Video testimoni mereka telah viral dan mendunia. Itu fakta bahwa mereka tertipu dengan janji-janji manis ISIS,” jelas mantan Kapolda Jabar itu.

Berkat program-program ini, banyak permintaan dari delegasi luar negeri yang ingin ‘berguru’ ke Indonesia, Kepala BNPT mengaku sempat dipanggil Presiden Joko Widodo.

“Presiden tanya, kenapa mereka pada mau ke Indonesia untuk menanyakan secara detil program soft approach itu. Saya jelaskan kepada presiden bahwa yang kami kerjakan ini riil dan kami tidak akan kesulitan menjelaskan kepada negara-negara yang ingin belajar maupun yang hanya ingin bertukar,” papar Suhardi Alius.

Setelah Kepala BNPT, giliran para pejabat eselon 1 BNPT yaitu Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir, Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Irjen Pol. Drs. Arief Dharmawan, dan Deputi Bidang Kerjasama Internasional Irjen Pol. Drs. Hamidin memberikan paparan terkait program masing-masing kedeputian. Di sesi terakhir, para kelompok ahli berkesempatan memberikan saran dan pemikiran terkait program penanggulangan terorisme ke depan.