Bandung – Penerapan kebijakan social distancing di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) tak menyurutkan langkah Milenial Muslim Bersatu (MMB) untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya radikalisme.
Melalui video kreatif, organisasi non-profit ini menggelar forum diskusi dan seruan, khususnya kepada generasi milenial agar senantiasa berperan aktif menjaga tatanan sosial, sehingga tidak termakan pengaruh-pengaruh yang dapat memcah belah bangsa.
“Sebagai bagian dari generasi muda bangsa ini, kami merasa berkewajian menyuguhkan konten edukatif yang bisa memberikan penyadaran tentang bahaya radikalisme untuk memutus penyebaran paham radikal,” ujar Bidang Pengembangan Riset MMB, Fauzi Pathurohman, Jumat (27/3) lalu.
Menurutnya, radikalisme menjadi ancaman besar bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab, radikalisme tidak hanya merusak tatanan negara, namun juga tatanan sosial.
“Tentu ini menjadi tugas kita bersama agar masyarakat bisa tetap tercerdaskan dan terhindar dari paham-paham radikalisme yang menyimpang, sehingga dijauhkan kemungkinan untuk lahir teroris-teroris baru,” katanya.
Berkaca dari berbagai kasus terorisme di Tanah Air yang lahir dari pemikiran radikal yang menyimpang, lanjut Fauzi, MMB membuat video edukasi berjudul “Peran Aktif Jurnalis dan Pemuda Dalam Membendung Penyebaran Radikalisme” .
Dalam video edukasi tersebut, sejumlah narasumber memberikan pandangannya terkait radikalisme, yakni mantan narapidana teroris, Kurniawan Widodo; perwakilan Nahdlatul Ulama, Wawan Gunawan; Dosen Pendidikan Kewarganegaraan ITB, Ridwan Fauzi; dan Pimpinan Redaksi TasikRaya.com, Faisal Akbar.
Menurut mantan narapidana terorisme, Kurnia Widodo, radikalisme terkadang susah dibendung karena adanya paham atau doktrinasi yang ekslusif, sehingga sangat sulit untuk dibendung.
“Radikalisme itu hadir ketika seseorang atau kelompok merasa dirinya paling benar dan menganggap kelompok yang lain itu togut (kafir),” ungkapnya.
Dia juga mengingatkan para pemuda dan media agar tidak terprovokasi oleh kabar bohong (hoaks) yang menyebut bahwa radikalisme itu buatan pemerintah atau pihak asing.
“Jangan juga mudah fanatik terhadap suatu pemahaman, apalagi pemahaman tersebut mudah mengkafirkan orang lain,” katanya.
Senada dengan itu, perwakilan NU, Wawan Gunawan mengatakan, radikalisme sebagai pemikiran kritis terhadap tatanan sosial dan berniat menggantikannya dengan yang baru. Dia pun memberikan solusi untuk mencegah paham radikalisme, salah satunya menjadikan organisasi Islam moderat kembali pada fungsinya sebagai rujukan umat.
“Selain itu, masyarakat jangan memahami agama dari sumber yang instan seperti medsos,” katanya.
Sementara itu, Dosen Pendidikan Kewarganegaraan ITB, Ridwan Fauzi menekankan bahwa radikalisme sebagai hal yang nyata dan lahir melalui kajian tertutup. Menurutnya, keluarga dapat menjadi benteng yang kuat untuk mencegah paham radikalisme.
“Keluarga adalah sumber pendidikan utama untuk membendung paham radikalisme dan terorisme,” sebutnya.