Sragen – Radikalisme dan intoleransi menjadi momok menakutkan di
lingkungan pendidikan. Karena itu perlu ada upaya-u[aya pencegahan
agar lingkungan sekolah bersih dari praktik radikalisme dan
intoleransi.
Salah satunya telah dilakukan oleh SMA Negeri 1 Gemolong Sragen.
Setelah dikukuhkannya SMAN 1 Gemolong sebagai Sekolah Adipangastuti
pada Agustus 2023, menjadikan budaya Jawa mulai menjiwai proses
pembelajaran di sekolah tersebut. Bahkan budaya Jawa tersebut menjadi
benteng bagi SMA Negeri 1 Gemolong untuk menangkal praktik radikalisme
dan intoleransi di kalangan peserta didik.
Koordinator Sekolah Adipangastuti SMA Negeri 1 Gemolong, Arief
Rahmawan, menjelaskan jika model Sekolah Adipangastuti menjunjung
tinggi nilai-nilai tradisional Jawa yang disebut Hasthalaku.
“Sekolah Adipangastuti adalah sekolah istimewa yang digagas Solo
Bersimfoni dengan mengimplementasikan delapan nilai kearifan lokal,
yaitu Hasthalaku. Yaitu guyub rukun, gotong-royong, grapyak semanak,
lembah manah, ewuh-pakewuh, pangerten, andhap asor dan tepa selira,”
jelas Arief, lewat pernyataan tertulis, Senin (18/12/2023).
Kedelapan budaya Jawa tersebut, lanjut Arief, menjadi salah satu
pedoman perilaku siswa-siswi dalam menangkal radikalisme dan
intoleransi di kalangan remaja dan lingkungan sekolah.
“Narasi pencegahan intoleransi di sekolah ini adalah target utama
Sekolah Adipangastuti. Melalui Sekolah Adipangastuti, sekolah
diharapkan bisa menjamin bahwa setiap perbedaan adalah rahmat, wajib
difasilitasi dan dihargai, serta harus menjadi kekuatan dan
pemersatu,” bebernya.
Semangat melawan radikalisme dan intoleransi tersebut diwujudkan SMA
Negeri 1 Gemolong lewat program-program khusus seperti kampanye
melalui media sosial dan film pendek, penanganan khusus bagi korban
perundungan, hingga pembentukan satgas pencegahan
perundungan/intoleransi/kekera
“Berbagai program tersebut berdampak besar terhadap siswa. Di mana
mereka mulai membiasakan diri untuk bertoleransi dengan mengedepankan
nilai-nilai luhur,” kata Arief.