Jakarta – Penyebaran paham radikal terorisme banyak memanfaatkan narasi keagamaan sebagai pembenaran atas doktrin-doktrin kekerasan yang mereka sebarkan. Akibatnya banyak masyarakat yang terjebak dan terpengaruh propaganda dan narasi yang disebarkan kelompok radikal karena menganggapnya sebagai perintah agama. Penyebaran narasi radikal tersebut tersebar masif di dunia maya, baik berupa tulisan, video, grafis, terutama di media sosial.
Hal itu dikatakan Kasie Media Litarasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Eri Suprayitno, SE, saat membacakan sambutan Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, pada pembukaan Workshop Peran Media Keislaman Mewujudkan Narasi Damai Dalam Rangka Pencegahan Paham Radikal Terorisme di Jakarta, Minggu (25/10/2020) malam.
“Untuk itulah perlu dilakukan perimbangan informasi serta kontra narasi melalui penyampaian narasi alternatif serta pengarusutamaan moderasi bergama untuk melindungi masyarakat dari pengaruh paham radikal terorisme,” kata Eri.
Ia mengungkapkan, BNPT menyadari pentingnya sinergi dan kerjasama yang kuat antara pemerintah dengan pelaku media, khususnya media keislaman untuk bersama membangun narasi alternatif di tengah masyarakat. Untuk itu kegiatan workshop digelar uuntuk mempererat tali silaturahmi antara BNPT dan pelaku serta pegiat media keislaman dalam membangun sinergi pencegahan penyebaran paham radikal terorisme.
Menurutnya, kegiatan ini adalah kali kedua setelah digelar Focus Group Discussion yang melahirkan Sindikasi Media Islam (SMI) serta memetakan dan menginventarisir kegiatan. Salah satu kegiatan yang menjadi prioritas adalah peningkatan skill pengelolaan konten website dan Youtube melalui peningkatan kemampuan produksi konten video, serta penguasan search engine optimization (SEO). Itu penting untuk meningkatkan performa dan konten website dan Youtube terutama peningkatan engagement, jangkauan, dan tingkat keterbacaan.
“Harapan kami kegiatan ini dapat meningkatkan sebaran kontra narasi berupa narasi positif, damai, dan alternatif di tengah masyarakat sehingga penyebaran narasi radikal terorisme bisa dicegah dan diminimalisir,” kata Eri.
Sementara itu Wakil Ketua SMI Faizi Zaini bin Abdurrahman mengatakan, media-media yang tergabung dalam SMI ini memiliki kekuatan konsolidasi yang luar biasa. Pasalnya, mereka memiliki visi dan misi yang sama yaitu melawan penyebaran propaganda radikal terorisme meskipun orientasi konten yang dikelola itu berbeda.
“Meski beda tapi memilliki semangat yang sama yaitu menampilkan wajah islam yang rahmatan lil alamin serta ikut serta menciptakan suasana kebangsaan dan keislaman yang ramah, sejuk, sekaligus ikut melakukan kontra narasi kelompok fundamentalis dan ekstremis,” ujar Faizi.
Menurutnya, peran pengelola media keislaman sangat vital dalam menjaga ‘rumah besar’ yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari rongrongan dan anasir yang mencoba untuk mengganti ideologi bangsa dan negara.
Karena itu, keberadaan SMI ini perlu dirawat dan didukung karena kontribusi mereka dalam menebarkan pesan-pesan perdamaian sangat luar biasa.