Sinau Pancasila Bentengi Masyarakat Dari Paparan Radikalisme dan Terorisme

Sleman – Pancasila adalah ideologi terbaik bangsa Indonesia dan sudah terbukti mampu menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari sejak Proklamasi Kemerdekaan sampai sekarang. Karena itu, penguatan pemahaman Pancasila sangat penting terus diberikan untuk membentengi masyarakat dari paparan virus radikalisme dan terorisme.

Untuk itulah Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY bekerja sama dengan Komisi A DPRD DIY menggelar Sinau Pancasila di kantor Kapanewon Gamping, Sleman, Selasa (23/5/2023). Kegiatan ini menjadi upaya untuk memperkuat ideologi Pancasila di masyarakat.

Kepala Bidang Ideologi dan Kewaspadaan Nasional Kesbangpol DIY, Djuli Sugiarto, menjelaskan kegiatan ini merupakan amanah Perda DIY No 1/2022 tentang Pendidikan Pancasila dan Wawasan Kebangsaan.

“Kegiatan ini sudah dimulai dari 2017 sampai sekarang. Tahun ini kami laksanakan di 78 lokasi,” ujarnya.

Sinau Pancasila dilaksanakan di 78 kemantren dan kapanewon di DIY dengan peserta karangtaruna, PKK, tokoh masyarakat, pengurus RT, RW dan lainnya. Kabupaten Sleman menjadi daerah kedua pelaksanaan Sinau Pancasila setelah sebelumnya dilaksanakan di Kota Jogja.

“Materinya sesuai dengan yang diberikan pemateri masing-masing. Ada wawasan kebangsaan dan pertahanan dari TNI-Polri, kemudian dari Perguruan Tinggi tentang bagaimana memahami Pancasila dari sisi pendidikan. Lalu dari motivator mendorong peserta memahami pentingnya Pancasila,” katanya.

“Dari kegiatan ini, ditargetkan masyarakat tahu kalau kita memiliki ideologi Pancasila. Pasalnya seringkali masyarakat sudah lupa Pancasila. Melafalkan Pancasila saja kadang-kadang lupa. Ideologi ini merupakan kesepakatan funding father yang harus kita ikuti,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa menurunnya pemahaman ideologi Pancasila menyebabkan banyak hal negatif seperti perilaku intoleran, radikalisme hingga kejahatan jalanan oleh para remaja. Dia mencontohkan sikap intoleran ini seperti adanya indekos yang tidak menerima penyewa nonmuslim dan sebagainya.

Contoh lainnya, di Yogyakarta juga tidak lepas dari kasus penangkapan terorisme dan kejahatan jalanan. Hal ini bisa berdampak merusak iklim pendidikan di Jogja.

“Monggo disikapi bareng sehingga tidak jadi kota yang tidak diminati untuk pendidikan. Orang luar Jogja jadi berpikir menyekolahkan anaknya ke Jogja, karena banyaknya kejahatan jalanan,” kata dia.

Anggota Komisi A DPRD DIY, Yuni Satia Rahayu, mengatakan kasus intoleransi di Jogja juga terlihat dari adanya sekolah negeri yang sempat mewajibkan muridnya berjilbab beberapa waktu lalu.

“Banyak warga yang merasa kalau berbeda bermasalah,” ujarnya.

Ia menegaskan perbedaan merupakan sesuatu yang baik dalam sebuah demokrasi. “Kalau berfikir seragam, enggak ada pikiran kritis untuk mengkritisi kebijakan untuk tetap berada di jalur yang benar. Reformasi intinya itu, demokratis, bisa menyampaikan pendapat secara terbuka tanpa adanya ketakutan,” katanya.