Sidney Jones Nilai Aman Abdurrahman Pecah Belah ISIS

Jakarta – Direktur Institute for Policy Analyst of Conflict (IPAC) Sidney Jones menilai pembelaan atau pledoi yang disampaikan terdakwa dalang bom Thamrin, Aman Abdurrahman adalah tanpa rekayasa dan intrik. Sidney menilai sikap Aman sangat konsisten dengan ideologinya.

“Saya kira (pledoi) bukan (meringankan hukuman) karena ini memang sudah konsisten apa yang dia bilang sebelumnya,” kata Sidney, Sabtu (26/5/2018). Seperti Dikutip CNN Indonesia.

Menurut analisa Sydney, Aman memiliki pemahaman yang berbeda terkait mengkafirkan dan membunuh polisi. Dalam pemahaman terminologi ISIS, seluruh polisi memang harus dibunuh. Namun berbeda dengan pemahaman Aman, membunuh polisi tergantung dengan latar belakang polisi tersebut.

“Karena beda paham soal itu, ada pengikutnya di Suriah yang marah,” ujar Sidney.

Atas perbedaan itu, Aman sempat mendapat kritik dari media ISIS Rumiyah dan beberapa ulama yang berkiblat dengan ISIS. Di dalamnya dinyatakan bahwa Aman tak cocok menjadi pimpinan karena ada pandangan yang berbeda tersebut.

“Ada satu orang yang menulis atas nama Abu Alkhari, dia bilang Aman harus dicap kafir karena posisinya tidak cocok apa yang disuruh Daulah Islamiyah,” ungkap dia.

Atas dasar itu, Sidney yakin pleidoi Aman bukanlah akal-akalan pendiri Jamaah Ansharut Daulah (JAD) itu untuk mendapatkan hukuman ringan ataupun memutuskan hubungan dengan pengikutnya.

Sidney mengemukakan isi pledoi Aman semakin menunjukkan jika perpecahan ideologi pro Negara Islam Suriah dan Irak (ISIS) di Indonesia sedang terjadi. Aman merupakan kelompok pro ISIS yang tak setuju pola serangan bom bunuh diri di Surabaya.

“Saya kira apa yang dia katakan kemarin bukan sia-sia saja tapi memang dia kemungkinan besar tidak setuju dengan apa yang terjadi di Surabaya,” terang Sidney.

Sebelumnya, Jaksa menuntut Aman Abdurrahman dengan hukuman mati karena pria itu dianggap bertanggung jawab dalam aksi teror alias amaliah yang menewaskan sejumlah orang, serta dalang serangan lainnya di Indonesia dalam rentang waktu sembilan tahun terakhir.

Dalam nota pembelaannya, Aman mengaku tidak terkait dengan serangkaian teror bom yang terjadi di Indonesia sebagaimana disebutkan Jaksa. Sebab, kata Aman, kasus-kasus tersebut terjadi pada rentang waktu November 2016 hingga September 2017.

Aman dianggap melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.