Yogyakarta – Saling menghargai dan saling menghormati adalah sikap yang harus ditanamkan pada setiap individu manusia di Indonesia. Karena Indonesia ini adalah negara yang kaya dengan keanekaragaman budaya, suku, ras dan agama.
Hal tersebut dikatakan Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dr. Andi Intang Dulung, MHI, pada acara Dialog Pelibatan Perempuan dalam Pencegahan Radikalisme dan Terorisme yang digelar melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi DI. Yogyakarta, di Royal Darmo Malioboro, Yogyakarta, Rabu (23/10/2019).
“Memang kita tidak bersaudara dalam iman. Namun sebagai manusia kita bersaudara yang selalu hidup bersama dan ingin mewujudkan kedamaian di dunia ini,” ujar Dr. Andi Intang Dulung, MHI, saat menjadi narasumber dalam acara tersebut.
Dikatakan Andi, pelibatan perempuan dan anak untuk menjadi pelaku dalam aksi teror merupakan aksi nyata dan menjadi fenomena pada akhir-akhir ini. Rentetan kejadian teror ini dapat dilihat pada aksi teror di Indonesia sepanjang tahun 2018 lalu di Surabaya dan tahun 2019 ini di Sibolga. Hal ini menunjukan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam aksi teror.
“Para pelaku pengeboman memiliki strategi baru dengan melibatkan perempuan, istri dalam aksinya. Kita lihat kenyataannya, beberapa aksi terorisme belakangan ini melibatkan perempuan secara aktif, mulai dari duo Siska di Depok, sekeluarga menyerang gereja di Surabaya, serta ibu yang meledakkan dirinya dan anaknya di Sibolga,” ujarnya.
Dirinya juga merujuk pada Riset tahun 2012 tentang motif aksi teror 45,5% adalah ideologi agama adalah penyumbang angka tertinggi. Dari angka tertinggi motif aksi teror itu akan melahirkan pola rektrutmen propaganda dengan pemanfaatan perempuan sebagai pelaku terorisme.
“Jadi perempuan ini dimanfaatkan sebagai martir. Karena secara sosiologis perempuan dan anak rentan juga secara ekonomi. Selain itu, secara kultural dalam budaya patriarki perempuan akan sangat patuh pada suami sehingga merekrut dengan cara menikahi dianggap efektif. Dan secara psikologis perempuan mudah terprovokasi karena sering menyerap informasi tanpa cukup filter,” kata Andi Intang memberikan gambaran
Dikatakan Andi Intang, dampak dari aksi terorisme itu sendiri bukan hanya sebagai ancaman yang dektruktif, melainkan sudah sampai pada tindak kejahatan yang luar biasa. Dan hal ini, dapat mengancam perdamaian.
“Bukan hanya membuat retak bangunan, namun juga membuat retak tali persaudaraan, hal ini akan mengancam NKRI. Satu kesatuan yang perlu diperjuangan. Radikalisme dan terorisme merupakan ancaman potensial bagi keamanan masyarakat dan kedaulatan negara.
Untuk itulah dirinya menilai bahwa kaum perempuan adalah sekolah pertama dalam dunia rumah tangga. Sehingga kesadaran perlu ditanamkan dalam setiap individu untuk tetap waspada sebagai upaya untuk terus membentengi diri dari radikalisme dan terorisme Tansformasi perempuan dari korban menjadi pelaku, tentunya membutuhkan perhatian semua pihak untuk mengantisipasinya.
“Tentunya butuh sinergi yang kuat dari seluruh lapisan masyarakat. Perlu adanya filter dari semua lapisan. Karena pencegahan radikalisme dan terorisme itu bukan hanya di tangan BNPT dan FKPT saja, melainkan juga ada di tangan kita semua sebagai individu sebagai agen pencegah,” kata wanita yang juga pernah menjadi Kasubdit Bina Dalam Masyarakat BNPT ini.
Karena itulah, BNPT melalui FKPT DIY mengundang kurang lebih 110 tokoh perempuan, baik yang menjabat di instansi terkait dan organisasi masyarakat di DIY. “Kegiatan ini diharapkan mampu meningkatkan daya tangkal terhadap paham radikal di unit masyarakat terkecil, yakni keluarga,” ujar Andi Intang mengakhiri.