Setia pada ISIS, Pelaku Bom Medan Tidak Menyesal

Setia pada ISIS, Pelaku Bom Medan Tidak Menyesal

Medan – Selain melanjutkan proses pemeriksaan terhadap 24 orang terduga teroris, Densus 88 Antiteror Mabes Polri bekerja sama dengan Polda Sumut, sampai Kamis (28/11/2019), masih mendalami isi file dari sebuah laptop milik jaringan terduga teroris rekan dari Rabbial Muslim Nasution, pelaku bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019) lalu.

Petugas dikabarkan menemukan metode pencucian otak dan pola perekrutan anggota baru yang masuk kelompok tersebut. Selain itu, jaringan radikal ini ternyata berhubungan langsung dengan ISIS di Suriah. Teror bom bunuh diri untuk menunjukkan eksistensi kepada Abu Ibrahim Al Hashimi Al Quraishi, pemimpin baru ISIS pengganti Abu Bakar al-Baghdadi.

Sumber SP menyebutkan, bom bunuh diri oleh Rabbial Muslim Nasution dianggap sebagai momentum untuk menarik perhatian pemimpin ISIS yang baru. Tujuannya, Abu Ibrahim Al Hashimi Al Quraishi melalui organisasi yang dipimpinnya, segera menyalurkan bantuan dana perjuangan pergerakan mereka (teroris), sekaligus menunjuk pemimpin ISIS di Indonesia.

“Sokongan dana pergerakan ini mau dipergunakan untuk serangan teror selanjutnya. Beberapa di antara sasaran yang direncanakan kelompok garis keras itu adalah melakukan bom bunuh diri adalah di Bali, fasilitas umum, teror bom rumah ibadah (gereja dan masjid), termasuk menyerang markas kepolisian maupun lainnya,” ujar seorang perwira polisi.

Untuk penerimaan dana perjuangan yang dikucurkan ISIS, sebut perwira polisi yang terlibat dalam penanganan kasus terorisme itu, proses pengambilannya masih didalami, apakah diterima melalui proses transfer rekening dari luar negeri atau dengan pola penerimaan langsung. Organisasi ini dikenal lebih hati-hati untuk mengucurkan dana untuk aksi teror tersebut.

“Ini masih didalami dengan memeriksa bendaharanya. Selama ini, pola penerimaan dana secara langsung. Diduga, ada utusan pemimpin ISIS di Suriah yang menyerahkan dana itu. Penyerahan dana perjuangan itu biasanya di luar negeri atau di tengah perairan. Dulunya, pengucuran dana setelah mendapatkan persetujuan dari tokoh ISIS asal Indonesia di Suriah,” ungkapnya, dikutip Beritasatu.com, Rabu (27/11).

Ketiga tokoh ISIS asal Indonesia yang memiliki posisi penting dalam aksi teror di dunia itu adalah Abu Jandal, Bahrun Syah dan Bahrun Naim. Ketiga orang ini juga masuk dalam daftar target pencarian berbagai negara karena aksi terornya, oleh Amerika, Prancis, Australia, Inggris, Filipina maupun negara-negara Asia lainnya. Mereka juga di balik aksi segala teror di Tanah Air.

“Untuk keberadaan terduga teroris di Medan ini dianggap memiliki kelebihan tersendiri bila dibandingkan dengan jaringannya di Pulau Jawa, Kalimantan maupun di Sulawesi Tenggara,” ungkap perwira itu sambil menambahkan, semua yang disampaikan pimpinan Polri, termasuk Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto, tentang pengungkapan jaringan teroris, merupakan hasil pemeriksaan.

Kelompok radikal yang dipimpin oleh Yahdi alias Yanto alias Yahya, rata-rata memiliki keahlian. Ada yang mahir dalam melakukan perekrutan calon anggota, ada sebagai pihak yang melakukan pencucian otak, pencari dana operasional sementara, dan tidak sedikit jumlah anggota yang sudah bergabung dalam jaringan terlarang itu. Mereka juga diajari supaya mahir dalam merakit bom.

Mantan Wakapolda Sumut ini menambahkan, terduga teroris yang diamankan itu masing-masing memiliki keahlian dan berusia muda. Ada yang memiliki keahlian merakit bom dan juga merekrut anggota baru. Hal ini dapat dibuktikan dengan barang bukti yang sudah diamankan, baik itu sejumlah bom rakitan, bahan peledak, senjata api, senjata tajam, panah beracun maupun buku – buku berisikan ujaran kebencian.

Kelompok terduga teroris di Medan juga berkomunikasi dengan jaringan terduga teroris di luar Sumatera. Termasuk tiga orang terduga teroris terkait ledakan bom bunuh diri di Markas Polrestabes Medan, berasal dari Aceh. Bahkan, tidak sedikit yang ditangkap di Pulau Jawa maupun Riau. Mereka yang diamankan terkait dalam kasus yang sama.

“Kasus ini masih terus dikembangkan berdasarkan pemeriksaan dan temuan baru hasil penyelidikan. Jumlah mereka banyak dan sudah terlatih. Bahkan, mereka mempunyai perencanaan yang matang dalam melakukan teror tersebut. Mereka juga sering melakukan pengajian yang dihadiri oleh orang-orang tertentu. Mereka mengeksklusifkan diri dan tidak bersosialisasi di masyarakat,” sebutnya.