Jakata – Seperti pada penyusunan draft Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (RAN PE),
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berencana akan
melibatkan berbagai pihak dalam menyusun rancangan draft RAN PE II.
Langkah itu banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak, salah
satunya dari Setara Institute.
Dukungan Setara Institute itu diwujudkan dengan menggelar diskusi
bertajuk, “Menghimpun Gagasan Keberlanjutan Rencana Aksi Nasional
Pencegahan Ekstremisme Jilid 2” di Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Diskusi ini bertujuan menghimpun masukan terkait penyusunan Peraturan
Presiden (Perpres) tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Ekatremisme (RAN PE) Jilid 2 yang sedang disusun BNPT.
Juga, untuk memperkuat argumentasi RAN PE jilid 2.
Hadir dalam kesempatan itu Direktur Kerjasama Regional dan
Multilateral Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dionnisius
Elvan Swasonno, Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani,
Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, dan Direktur Aliansi
Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Indonesia Dwi Rubiyanti Kholifah,
serta peneliti Setara Institute Sayyidayul Insiyah yang menyampaikan
pemaparan.
Hadir pula perwakilan dari Kementerian Agama, Kementerian Dalam
Negeri, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi,
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), dan Komnas Perempuan.
Hadir juga perwakilan dari Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU), INFID
(International NGO Forum on Indonesian Development), Imparsial,
Yayasan Prasasti Perdamaian (YPP), Yayasan Satu Keadilan, Yayasan
Harmoni, dan sebagainya.
Dalam kesempatan itu, Dionnisius Elvan Swasonno mengapresiasi langkah
Setara Institute menggelar diskusi tersebut. “Kita apresiasi apa yang
dilakukan Setara Institute ini,” kata Dion, panggilan akrabnya.
Hasil diskusi tersebut, kata Dion, akan dijadikan masukan bagi BNPT
dalam menyusun draf Peraturan Presiden (Perpres) yang akan
menggantikan Perpres No 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional
Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang
Mengarah pada Terorisme Tahun 2020-2024 (RAN PE) yang ditandatangani
Presiden Joko Widodo pada 6 Januari 2021.
“Hasil diskusi ini akan kami jadikan masukan untuk membuat draf
Perpres,” kata dia.
Di RAN PE Jilid 2 ini, kata Dion, pihaknya juga akan melibatkan semua
pihak sebagaimana saat menyusun RAN PE Fase I.
“Prinsipnya sama dengan RAN PE Fase I,” kata dia.
Direktur AMAN Indonesia Dwi Rubiyanti Kholifah juga mengapresiasi
langkah Setara Institute menggelardiskusi tersebut. “Saya apresiasi,”
katanya.
Rubiyanti juga mengapresiasi BNPT yang dalam menyusun draf Perpres RAN
PE Fase II dilakukan melalui riset. Hanya saja, katanya, tantangan ke
depan adalah bagaimana mengimplementasikan RAN PE di seluruh daerah
provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia.
Sementara itu, dalam paparannya, peneliti Setara Institute Sayyidatul
Insiyah menyatakan, pasca-diberlakulannya Perpres RAN PE, Indonesia
berhasil meraih sejumlah capaian, di antaranya, aksi teror di
Indonesia mengalami penurunan lebih dari 89% selama 2018-2023
berdasarkan data BNPT.
“Indonesia berhasil mendapat perhatian dunia melalui ‘zero terrorist
attack’ sepanjang tahun 2023,” kata Sisi, panggilan akrabnya.
Indonesia, lanjut Sisi, juga tercatat mengalami peningkatan ranking
dalam Global Terrorism Index (GTI), yaitu berhasil menduduki ranking
31 dengan skor 3.993 di tahun 2024 dan bergeser menjadi masuk dalam
kategori “low impacted” dari sebelumnya ranking 24 dengan skor 5.502
dengan kategori “most affected countries” di tahun 2023.
“Capaian keberhasilan tersebut dikontribusi oleh hadirnya Perpres RAN
PE. Untuk mempertahankan dan/atau meningkatkan keberhasilan capaian
pencegahan dan penanganan ekstremisme-radikalismemaka RAD (Dearah) PE
dibutuhkan sebagai instrumen tindak lanjut RAN PE di daerah yang
menjaga keberlanjutan rangkaian strategi aksi yang dilakukan oleh
daerah,” kata dia.