Kediri – Beberapa waktu lalu Kabupaten Cianjur diguncang gempa dahsyat. Ratusan rumah dan bangunan hancur dan ratusan jiwa melayang. Musibah itu adalah sebuah kejadian alam (natural hazard) yang menimpa manusia, gempa tentu mempunyai konstruksi makna yang beragam.
Di tengah kesedihan mendalam para korban, kelompok radikal mempolitisasi bencana dalam makna yang sesuai tujuan mereka. Bencana dimaknai sebagai balasan terhadap negeri yang tidak menerapkan khilafah
Menanggapi adanya narasi tersebut, Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Lirboyo Kediri, KH Abdullah Kafabihi Mahrus mengatakan, apa yang dinarasikan kelompok radikal bahwa bencana yang melanda negeri ini karena bangsa ini tidak menerapkan sistem khilafah adalah sesuatu yang menyesatkan.
“Bencana yang melanda itu tidak ada hubungannya dengan khilafah. Sekarang di zaman akhir itu banyak sekali musibah atau bencana karena dunia sudah tua. Tentunya kita akan menghadapi itu semua dan itu bukan hanya di Indonesia. Di negara Islam manapun semua itu bisa terjadi. Contohnya Sekarang Saudi Arabia saja bisa kena banjir dan lain-lain. Jadi tidak ada hubungannya bencana dengan khilafah itu,” ujar KH Abdullah Kafabihi Mahrus di Kediri, Kamis (1/12/2022).
Kiai Kafabihi Mahrus Lirboyo ini juga membantah apa yang dinarasikan kelompok radikal bahwa ajaran Islam dimana Tuhan kerap digambarkan sebagai sosok yang menakutkan dengan segala hukumannya. Karena dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 256 sudah dijelaskan bahwa dalam menganut agama itu tidak ada paksaan.
“Jadi Islam itu tidak boleh dipaksakan. ‘La ikraha fii diini’. Tidak ada paksaan untuk menganut agama. Artinya kalau kita melakukan dakwah dengan kekerasan atau mengajar dengan kekerasan justru menyalahi pada agama itu sendiri. Karena agama itu adalah kesadaran bukan dengan paksaan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa kelompok-kelompok radikal ini sangat lihai dalam menarasikan hal-hal untuk mencapai tujuannya. Sehingga masyarakat awam malah mudah tertarik dan tergiur untuk ikut mengamini narasi-narawsi tersebut. Untuk itu dirinya meminta masyarakat mewaspadai narasi-narai yang disampaikan kelompok radikal.
“Itulah ‘hebatnya’ dari kelompok-kelompok tersebut yang cara menyampaikannya sangat menarik. Umat harus waspada dengan kelompok tersebut, di mana mereka menyampaikan agama seolah olah menarik. Bagi orang-orang yang awam yang tidak mengerti ya tentunya gampang kepincut, ketarik atau tergiur dan malah jadi membenarkan. Padahal tidak seperti itu kalau belajar agamanya benar dan dari guru yang benar,” tuturnya,
Kiai Kafabihi menyampaikan bahwa tidak perlu bangsa Indonesia menganut hukum Islam atau bahkan menerapkan Khilafah. Karena bangsa Indonesia sudah Islami karena diwujudkan dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Empat konsensus nasional itu adalah warisan tokoh-tokoh negara terdahulu yang sebagian besar merupakan toko-tokoh Islam yang paham akan ajaran Islam secara utuh.
“Ini adalah warisan yang sangat berharga sekali. Hal ini dibuktikan dengan sampai sekian tahun bangsa kita ini aman, damai, rukun antar sesama umat dan tidak ada masalah. Pancasila, UUD’1945 itu adalah merupakan solusi yang terbaik. Apakah tokoh-tokoh itu bodoh? Tentunya tidak. Apa yang sudah dirumuskan para tokoh-tokoh bangsa ini adalah solusi terbaik yang harus kita pertahankan,” terangnya.
Menurutnya, sudah banyak contohnya negara-negara di dunia ini yang menerapkan sistem khilafah justru sampai sekarang masih dilanda konflik berkepanjangan.
“Jadi sebenarnya sudah terbukti kalau sistem khilafah itu banyak gagal diterapkan di Timur Tengah. Sampai sekarang konfliknya belum berakhir. Jadi apa yang kita miliki ini harus dipertahankan,” tukasnya.
Untuk itu dirinya meminta masyarakat untuk tidak mudah termakan isu atau narasi propaganda yang menguntungkan kelompok radikal tersebut. Masyarakat juga harus belajar ilmu agama kepada ahlinya agar tidak keliru.
“Artinya kalau orang itu ahli dalam ilmu agama tentunya cara menyampaikannya adalah dengan cara lemah lembut, bukan dengan paksaan dan bukan dengan kekerasan. Jadi kita harus belajar ilmu agama kepada orang yang ahlinya,” kata Ketua Senat Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah dan tokoh agama serta tokoh masyarakat untuk dapat ikut berperan serta dalam menangani atau mematahkan narasi-narasi yang menyesatkan tersebut. Misalkan mengajak kiai-kiai pesantren menggaungkan kelembutan, dan perdamaian. Pemerintah juga perlu menciptakan rasa aman dari berbagai provokasi dan adu domba.
“Karena kelompok radikal itu juga tidak senang melihat negara kita ini aman, damai, rukun dan sejahtera,” ucapnya.
Kiai Kafabihi Mahrus menegaskan kembali agar masyarakat tidak mudah percaya narasi sesat kelompok khilafah. Pasalnya, khilafah itu bukanlah suatu jaminan untuk menjadi kebaikan suatu negara.
“Lebih baik negara yang sudah ada saja ini kita rawat dengan baik, kita jaga dengan baik. Karena kelompok radikal itu berkedok dengan khilafah yang ujung-ujungnya mereka malah justru ingin menghancurkan negara ini yang sudah terjaga kedamaiannya dan ketoleransiannya,” tandasnya.