Jakarta – Militan ISIS saat ini hanya memegang kendali atas tiga persen wilayah Irak dan Suriah. Padahal sejak diproklamirkan pertengahan 2014 lalu, ISIS sempat menguasai lebih dari 50 persen wilayah Suriah dan Irak, sampai mereka hancur dan terusir dari dua negara itu pada Juli 2017 lalu.
Kini, sisa-sisa anggota ISIS memilih sembunyi dan melakukan teror dengan bergerilya. Terakhir, juru bicara ISIS, Abu Hassan Al-Muhajir, menyerukan agar para anggota ISIS menyerang negara-negara Arab.
Dilansir The New York Times, pengamat kebijakan Timur Tengah dari Institut Tahrir, Hassan Hassan, mengatakan seruan terbaru ISIS ini menunjukkan bahwa kelompok teroris itu berupaya untuk tetap eksis dengan kembali ke tujuan awalnya, yakni sebagai pemberontak di kawasan.
“Seruan ini sejalan dengan langkah-langkah ISIS belakangan ini untuk menjadi gerakan yang lebih internal,” kicaunya melaui Twitterr via cnnindonesia.com.
Merujuk dari awal kemunculannya, ISIS terbentuk dari perpecahan afiliasi-afiliasi Al Qaidah di Irak karena perbedaan pendapat soal operasi propaganda dalam menegakkan hukum Islam dan membasmi Muslim Syiah yang mereka anggap sesat.
Al Qaidah menyerukan serangan yang berfokus mengusir pasukan AS dari Irak. Al Qaidah juga meminta anggota dan afiliasinya untuk menunda penyerangan terhadap negara Arab sampai tentara AS terusir sepenuhnya dari Irak.
Namun, ISIS memberontak dan mengabaikan seruan Al Qaeda. Pada 2014, ISIS pun mendeklarasikan negara khilafahnya dengan merebut wilayah sebesar negara Inggris di Irak dan Suriah. Sejak itu, ISIS secara agresif meluncurkan propaganda dan terornya ke seluruh dunia, seperti Eropa, Timur Tengah, hingga Asia.