Kolombo – Serangan bom yang terjadi di gereja dan hotel mewah di Sri Lanka, pada Minggu (21/4/2019) kemarin, telah menelan banyak korban jiwa dan luka berat. Laporan pihak kepolisian Sri Lanka menyebut bahwa jumlah korban tewas yang ditemukan sehari setelah insiden mencapai jumlah setidaknya 290 orang.
Selain itu juru bicara kepolisian mengatakan hingga Senin (22/4/2019) pagi, jumlah korban luka dilaporkan mencapai 500 orang. Pernyataan pemerintah Sri Lanka menyebut warga negara asing berada di antara korban tewas dengan tiga dari India, tiga warga Inggris, dua asal Turki dan seorang warga Portugis.
“Selain itu masih ada sembilan warga negara asing yang dilaporkan hilang, sementara ada 25 jenazah tak teridentifikasi yang diyakini adalah warga asing,” kata Menteri Luar Negeri Harin Fernando, seperti dikutip Reuters, Senin (22/4).
Selain itu, Pemerintah Jepang juga mengklaim ada satu warganya yang menjadi korban tewas dalam teror bom di Sri Lanka. Sebanyak delapan ledakan terjadi diduga menargetkan jemaah gereja yang sedang merayakan Paskah dan tamu hotel yang terkenal di kalangan internasional.
Tiga gereja yang menjadi sasaran bom, dua terletak di Colombo dan satu lainnya di Negombo. Sedangkan tiga hotel yang diserang yakni Hotel Kingsbury, Shangri-La, dan Grand Cinnamon yang semuanya berlokasi di Colombo.
Baca juga : Status Ancaman Selandia Baru Turun ke Level Menengah
Sebelumnya, Enam ledakan terjadi secara berurutan dan hampir bersamaan, sementara dua ledakan lainnya terjadi beberapa jam setelahnya. Setidaknya dua ledakan melibatkan pembom bunuh diri, termasuk satu orang pelaku yang sempat mengantre sarapan sebelum meledakkan diri dan menimbulkan kekacauan di hotel Grand Cinnamon.
Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab terhadap serangan teror. Namun laporan AFP menyebut pihak berwenang telah menahan sebanyak 24 orang. Tim penyelidik juga sedang mencari tahu kemungkinan adanya jaringan luar negeri dalam aksi teror ini.
Sebuah laporan intelijen yang diterima menteri luar negeri menunjukkan rencana serangan itu telah diketahui 10 hari sebelum kejadian dan menyebut kelompok National Thowheeth Jamaath (NJT), yang mendukung ISIS sebagai pihak yang bertanggung jawab.