Jakarta – Bangsa ini dibangun dari fondasi kokoh konsensus nasional dengan falsafah Pancasila sebagai cara pandang dan karakter bangsa. Kesaktian falsafah ini telah teruji dengan ambruknya setiap gerakan makar dan kudeta yang ingin mengganti falsafah negara. Maka mewujudkan Pancasila Sakti adalah dengan tegas menolak ideologi apapun yang berusaha merusak dan memecah belah persatuan bangsa.
Kriminologi dari Universitas Indonesia (UI) Dr. Muhammad Kemal Darmawan mengatakan bahwa untuk memperkuat penolakan terhadap ideologi yang berusaha mengubah falsafah bangsa segala upaya tentunya harus dijalankan oleh negara bersama dengan berbagai pihak terkait.
”Bisa macam-macam upaya dan sasarannya, yang pertama jelas sasarannya adalah anak muda, anak-anak sekolah dan sebagainya, melalui jalur pendidikan. Jelas, sasaranya itu anak muda yang masih rentan,” ujar Dr. Muhammad Kemal Darmawan di Jakarta, Kamis (1/10/2020).
Menurutnya saat ini kita kehilangan jalur pendidikan yang memperkenalkan dan memantapkan nilai-nilai Pancasila. Ia mencontohkan jika dulu di era orde baru ada Pedoman, Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang sekarang sudah hilang. Hal ini banyak terlihat jika dulu orang kalau ditanya lima sila Pancasila bisa dipastikan orang sudah hafal. Namun sekarang kalau ditanya, banyak yang tidak hafal Pancasila.
”Jadi melalui jalur pendidikan jelas yang harus dilakukan. Lalu harus juga ada bukti empiris, harus ada contoh-contoh dari para pemimpin kita untuk memberikan suri tauladan kepada masyarakat bahwa mereka dalam bertindak, bertingkah laku dan membuat kebijakan juga harus berdasarkan pancasila,” jelas Kemal.
Karena menurut Kemal jika tidak ada yang mencontohkan bagaimana masyarakat akan ingat dan mendalami lagi hingga terinternalisasi. Ia berujar bahwa kalau di institusi TNI dan Polri memang selalu diingatkan, tapi yang sipil tidak diingatkan, hingga hilang semua. Dan yang membuat ia miris adalah banyak yang tidak hafal lagi pancasila bahkan sampai viral di media sosial dan malah jadi guyonan.
”Padahal sebetulnya hal tersebut memprihatinkan, tapi malah dianggap guyonan sama anak-anak muda. Bagaimana ancaman-ancaman terorisme tidak lebih serius kalau kita tidak menjaga Pancasila itu,” terang mantan Kepala Departemen Kriminologi UI tersebut.
Kemal menuturkan sosialisasi kepada para anak muda penting untuk dilakukan agar mereka memiliki kebersamaan dan saling menghormati satu sama lain. Karena menurutnya anak-anak muda kadang-kadang kebablasan guyonannya, bahkan tidka ada pedomannya, tidak ada pertahanan dirinya. Pancasila sebagai falsafah bangsa, way of life adalah pertahanan diri.
“Jadi kita harus sadar pada saat kita melaksanakan sesuatu itu harus ada pertahanan dirinya. Nah sekarang anak-anak muda guyon tanpa ada dasar yang ngerem, ini yang bahaya sehingga suka kebablasan dan sebagainya,” tutur Dr Kemal.
Lebih lanjut Kemal mengingatkan agar media juga harus ikut berperan. Media jangan hanya kontennya tentang seneng-seneng guyonan, tapi juga harus memberikan pelajaran mana yang salah dan mana yang tidak. Karena ini merupakan norma-norma yang seharusnya dianut bersama yaitu Pancasila. Ia menyarankan untuk melibatkan anak muda dalam berbagai kegiatan kolektif.
”Kegiatan kolektif itu penting karena kita itu tidak sendirian. Misalnya kerja bakti yang melibatkan anak-anak muda dan sebagainya itu jarang kita lihat lagi, siskamling juga. Dengan banyaknya kegiatan kolektif maka akan membangun kebersamaan yang berujung kepada kebangsaan,” tuturnya.
Menurutnya jangan muluk-muluk yang dibahas soal kebangsaan secara luas saja. Karena bagi orang-orang tertentu hal tersebut abstrak, padahal harusnya itu adalah hal yang dekat dengan keseharian sehingga bisa menjadi contoh yang langsung.
”Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan segala macam itu juga menjadi suatu pihak yang bisa memberikan metode-metode itu. kemitraan, kebersamaan, toleransi dan sebagainya. Kalau tidak ada toleransi, kesadaran bersama tidak mungkin ada rasa kebangsaan,” ujarnya.
Yang tidak kalah pentingnya ia menuturkan bahwa tokoh masyarakat harus menjalankan perannya di tengah-tengah masyarakat untuk menggerakkan partisipasi masyarakat ke arah kebangsaan tadi. Kalau tokoh masyarakatnya terlena, tidak mendasarkan kebangsaan kepada kehidupan sehari-hari dan kebersamaan maka akan susah.
”Harus memberikan contoh yang nyata bagi masyarakat agar hal-hal tersebut bisa diikuti hingga terinternalisasi ke dalam diri setiap masyarakat,” tutup Dr. Kemal.