Jakarta – Presiden Joko Widodo kembali mengungkapkan kecemasannya terhadap media sosial yang masih saja menebarkan berita-berita negatif, fitnah, mencela, dan hoax. Kecemasan itu dikemukakan ketika menjadi pembina upacara Perkemahan Wirakarya Pramuka Ma’arif Nahdlatul Ulama Nasional (Perwimanas) II di Magelang, Jawa Tengah, kemarin.
Hal itu juga dicermati DR Emrus Sihombing, MSi, pakar komunikasi dari Universitas Pelita Harapan. Bahkan, dosen pascasarjana itu berpandangan, hoax (berita bohong) dan hate speech (ujaran kebencian) lebih parah dan lebih jahat dari perbuatan korupsi.
“Kenapa? Kalau korupsi kan yang dirusak ABPN, artinya yang dirusak materi, uang kan. Tapi, kalau hoax dan hate speech yang dirusak adalah peta kondisi dan persepsi. Artinya yang dirusak adalah peta pemikiran dan persepsi orang. Kalau kondisi dan persepsi dirusak, bisa membuat kita perang saudara, artinya bisa memicu konflik horizontal,” katanya.
Menurut Direktur Emrus Corner itu, hoax kadang-kadang mempertajam perbedaaan yang dapat memicu konflik sosial yang bisa mengancam NKRI. “Jadi, apa yang dikatakan Pak Joko Widodo itu, saya setuju,” katanya kepada Damailahindonesiaku.com, Senin (18/9/2017) malam.
Dia menegaskan, hoax dan hate speech adalah kejahatan luar biasa. Ujaran kebencian dan berita bohong adalah pesan komunikasi yang bisa mengancam konflik perang horizontal dan bisa pula mengubah Pancasila.
“Puluhan teori komunikasi bisa menjelaskan itu. Salah satu teori konstruksi sosial yang mengatakan bahwa realitas sosial adalah bentukan. Realitas damai atau konflik itu bentukan. Ideologi Pancasila adalah kesepakatan kita bersama sehingga merupakan bentukan kan? Bisa nggak ideologi yang bertentangan dengan Pancasila tumbuh? Bisa!” katanya.
Dikatakan lagi, terori konstruksi sosial ada tiga tahap. Pertama adalah pencobaan pikiran dan pandangan. “Pencobaan pikiran dan pandangan bisa nggak hoax dan hate space? Kalau ini dicurahkan ke ruang publik, yang dikotori dan dirusak adalah peta kondisi. Bisa membenci suku dan agama tertentu? Nah, kalau ada kebencian bisa mendorong perilaku yang kemudian mendorong perang saudara,” ujarnya.
Untuk itu, Emrus mengajak segenap anak bangsa, semua suku, dan semua agama secara bersama-sama melawan hate speech dan hoax. “Ini ancaman yang sangat berbahaya. Kalau korupsi yang dirusak ABPN, rasa nasionalisme kita masih ada. Yang korupsi itu sebagian. Tapi kalau peta kondisi yang dirusak bisa terjadi gerakan massal”.
Dia juga mengimbau pihak yang menyebarkan hoax dan hate space segera menghentikan kejahatan itu. Dia melihat memang agak susah mengentikannya karena mereka punya kepentingan politik yang menginginkan terjadi konflik. “Boleh kita mengkritik Joko Widodo, pemerintahan sekarang, pembangunan yang dilakukan, ketidakadilan, tapi jangan sampai mempertajam perbedaan, suku, agama dan kebangsaan,” imbaunya.
Fisolofisnya, katanya, dua manusia kembar saja mempunyai perbedaan. “Jangankan dua manusia kembar, saya dengan diri saya sendiri pun pluralis. Saya boleh berbeda pendapat hari ini mengatakan A dan besok B karena mendapat informasi baru. Jadi, manusia secara individu terhadap diri sendiri pun bisa bhinneka tunggal ika. Orang yang memperuncing perbedaan adalah orang yang tidak menghargai hakekat manusia itu pluralis. Sidik jari manusia pun tidak ada yang sama. Saraf manusia juga tidak ada yang sama,” tutupnya.