Pontianak – Sumpah Pemuda 1928 sejatinya telah menegaskan arah persatuan bangsa: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Namun, tantangan zaman kini menghadirkan bentuk-bentuk baru yang berupaya merusak ikrar luhur tersebut.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT RI, Mayjen TNI Sudaryanto, S.E., M.Han., saat memberikan arahan kepada peserta kegiatan Suara Damai Nusantara (SUDARA) yang digelar Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Kalimantan Barat di Pendopo Gubernur, Rabu (24/9/2025).
Mayjen Sudaryanto mengapresiasi kehadiran para pelajar yang disebutnya sebagai wujud kepedulian generasi muda dalam menjaga perdamaian, persatuan, dan toleransi.
“Permasalahan persatuan seharusnya sudah selesai sejak 1928, ketika para pemuda berikrar satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa. Namun hari ini, masih ada pihak yang berupaya keras mengoyak ikrar tersebut,” tegasnya.
Ia mengingatkan, ancaman perpecahan kini hadir dengan wajah baru: melalui dunia digital. Jika dulu masyarakat diingatkan dengan pepatah “mulutmu harimaumu”, kini tantangan bergeser menjadi “jarimu harimaumu”—menggambarkan betapa besar dampak ujaran, hoaks, dan narasi intoleran yang tersebar melalui media sosial.
Menurutnya, pola penyebaran narasi kebencian yang masif itu sengaja diarahkan untuk memecah belah bangsa, dengan pemuda sebagai sasaran utama.
“Para pemuda dan pemudi adalah pewaris bangsa. Karena itu, jangan mau dipecah belah. Jaga persatuan, jaga kesatuan, dan gunakan media sosial dengan bijak,” pesannya.
Menutup arahannya, Mayjen Sudaryanto menyerukan agar generasi muda menjadikan semangat Sumpah Pemuda sebagai pedoman dalam menghadapi era digital. “Semangat persatuan yang diwariskan pendahulu harus terus kita hidupkan sebagai benteng menghadapi ideologi perpecahan,” pungkasnya.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!