Palu – Bencana alam tsunami dan lukuifasi menimpa Palu, Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah, jelang akhir tahun 2018 lalu. Di tengah upaya pemulihan pascabencana, pelajar SMA dan sederajat di daerah tersebut tetap semangat terlibat dalam upaya pencegahan radikalisme dan terorisme.
BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Sulawesi Tengah, Rabu (27/3/2019), menggelar penjurian daerah untuk Lomba Video Pendek dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme. Dalam rentang waktu 3 bulan sejak lomba secara resmi diumumkan, terdapat 9 karya yang akhirnya masuk ke panitia dan masuk ke tahap penjurian.
“Kami tetap bangga dengan karya adik-adik dari Sulawesi Tengah ini, karena secara kualitas tahun ini kami mendapati karya dengan cerita, genre, dan eksekusi pembuatan video yang lebih bagus,” ungkap salah seorang dewan juri, Annisa Putri Ayudya.
Aktris yang tercatat sebagai mantan finalis Putri Indonesia tersebut menambahkan, kualitas karya yang baik mengundang terjadinya perdebatan seru tahap penjurian. Dari 9 karya yang masuk, dewan juri telah menetapkan 3 terbaik yang akan dibawa ke tahap penjurian di tingkat nasional. “Semoga nantinya salah satu dari tiga video terbaik dari Sulawesi Tengah ini akan keluar sebagai juara nasional,” tambahnya.
Kepala Subdirektorat Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Andi Intang Dulung, menyampaikan apresiasinya atas keikutsertaan pelajar di Sulawesi Tengah pada Lomba Video Pendek BNPT edisi keempat ini. Meskipun secara kuantitas diakuinya kurang maksimal, namun dia dapat memakluminya.
“Saya sudah melihat bagaimana dampak bencana itu. Tapi saya bangga karena anak-anak di Sulawesi Tengah mampu menjaga tradisi untuk selalu berupaya keras, tetap bersemangat mengikuti lomba video pendek dalam rangka pencegahan terorisme ini,” ungkap Andi Intang.
Filly Asrilia, pelajar SMA Modal Terpadu, Palu, menilai Lomba Video Pendek ini sesuai dengan semangat kemajuan teknologi yang saat ini dialami pelajar. Dia mengaku bangga bisa menjadi bagian dari lomba yang memiliki tujuan mencegah penyebarluasan paham radikal terorisme tersebut.
“Tema ‘Satu Indonesia’ ini sesuai dengan situasi Indonesia saat ini, yaitu persatuan yang mulai terkikis. Semoga ini menjadi daya ingat bagi kami kelompok milenial untuk tetap bersemangat menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia,” kata Filly.
Hal senada diungkapkan oleh Novri Jonathan, pelajar SMA Negeri 2 Palu. Diakuinya, kegiatan ini telah mampu membekalinya kemampuan melakukan kounter terhadap paham radikal terorisme secara cerdas. “Kami juga belajar pentingnya untuk tidak mudah terpecah belah, meskipun di antara kami memiliki latar belakang agama dan suku berbeda-beda,” katanya. [shk/shk]