Christchurch – Proses hukum teroris pelaku penembakan massal di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru, Brenton Tarrant, masih belum selesai. Namun diyakini Tarrant bakal diganjar hukuman maksimal seumur hidup pada sidang putusan yang akan digelar bulan depan.
Menanggapi akan jatuhnya vonis terhadap teroris yang menghabisi nyawa 51 orang setelah menjalankan Salat Jumat, pihak Selandia Baru meminta agar Tarrant nantinya menjalani hukuman di Australia.Namun, tidak jelas apakah ada kerangka hukum atau selera politik untuk pemindahan penembak massal terburuk di Selandia Baru itu.
Wakil Perdana Menteri Selandia Baru, Winston Peters, telah meminta Australia mengambil alih Brenton Tarrant. Tarrant dibesarkan di kota Grafton di New South Wales, Australia. Karena itu, Peters mengatakan Tarrant harus berada di Australia.
“Saya meletakkan kartu saya di atas meja sambil berkata, ‘Ayo, bawa dia kembali ke lingkungan penjaramu’. Itu pandangan saya sejak hari pertama, tetapi tentu saja, itu adalah peradilan, jadi saya tidak bisa mengatakan apa-apa sementara dia menanti persidangan. Setelah dijatuhi hukuman, itulah yang saya pikir harus terjadi,” kata Peters kepada AAP, dilansir di SBS News, Rabu (5/8/2020).
Namun Perdana Menteri Jacinda Ardern tidak terburu-buru tentang itu. Ia mengatakan, dia tidak akan pernah begitu saja tidak mempertimbangkannya. Namun, mereka perlu memastikan keadilan ditegakkan di negara itu terlebih dahulu.
Agar Tarrant menjalani masa tahanannya di Australia, kedua pemerintah di kedua pihak Tasman ini perlu menyetujuinya. Sementara Selandia Baru juga perlu menyetujui konvensi pemindahan narapidana.
Surat-surat Kabinet yang baru dirilis di Wellington telah mengungkapkan tingginya biaya penampungan Tarrant. Tarrant didakwa kasus pembunuhan, yang menewakan 51 orang dalam tragedi penembakan di masjid-masjid di Christchurch pada 15 Maret 2019.
Setidaknya, total senilai 3,59 juta dolar Selandia Baru telah disetujui untuk dua tahun pertama masa tinggal Tarrant di Penjara Paremoremo. Selain itu, 790 ribu dolar Selandia Baru telah disisihkan tahun ini untuk menyaring surat masuk dan keluar untuk narapidana berisiko tinggi.
Langkah itu secara langsung dikaitkan dengan insiden yang tidak menguntungkan tahun lalu, ketika salah satu surat Tarrant dilaporkan dikirim ke sebuah kontak di Rusia. Surat itu kemudian diunggah di forum online terkenal.
Setelah sidang pertamanya rampung pada 16 Maret 2019, Tarrant mendekam di sel isolasi Penjara Paremoremo di Auckland, yang dianggap sebagai bui paling keras di Selandia Baru. Ardern mengatakan, tagihan untuk menampung pria berusia 29 tahun itu sayangnya diperlukan. Ia menyebutnya sebagai kasus mahal.
“Jelas kita sudah melihat apa yang terjadi jika kita tidak memonitor dengan cermat, misalnya, korespondensi yang melibatkan individu itu, dan tentu saja beberapa tindakan pencegahan lain yang perlu kita lakukan terhadap teroris ini,” kata Ardern.
Australia dan Selandia Baru sebenarnya merupakan sekutu dekat. Namun, keduanya terpecah soal masalah deportasi. Pemerintah Australia telah mendeportasi ribuan orang dengan paspor Kiwi ke Selandia Baru sejak 2014, termasuk banyak yang memiliki sedikit koneksi ke Aotearoa (nama Maori Selandia Baru).
Ardern sangat kritis terhadap masalah deportasi. Ia mengatakan kepada Perdana Menteri Australia Scott Morrison, di Sydney pada Februari lalu agar tidak mendeportasi orang-orang mereka.
Namun pada Selasa, ia membuat sebuah perbedaan antara relokasi tahanan dan isu pelik itu, dengan mengatakan deportasi Australia terjadi pada akhir hukuman. Tarrant akan dijatuhi hukuman di Pengadilan Tinggi Christchurch dalam tiga pekan. Ini terjadi di tengah pemilihan nasional di negara itu.