Sekolah harus jadi tempat yang Nyaman bagi Siswa agar terbebas dari Intoleransi, Kekerasan dan Bullying

Manokwari – Lingkungan sekolah harus menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para siswanya dalam menempuh Pendidikan. Karena di sekolah setiap siswa bisa belajar dengan damai dan mengembangkan diri mereka secara maksimal. Hal ini tentu menjadi tantangan bagi kalangan sekolah agar lingkungan sekolah terhindar dari intoleransi, kekerasan dan bullying.

“Tentunya lingkungan sekolah ini harus menjadi tempat yang nyaman bagi para siswa yang menerima ilmu-ilmu sebagai bekal mereka kedepan dalam membangun dan mengisi bangsa ini. Jangan sampai lingkungan sekolah ini tumbuh atau berkembang ajaran intoleransi, kekerasan dan bullying yang akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi siswa dan bangsa ini,” ujar Kasubdit Kontra Propaganda Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI), Kolonel Cpl. Hendro Wicaksono, SH., M.Krim.

Hal tersebut dikatakan Kolonel Hendro dalam sambutan dan paparannya saat membuka acara “Pelatihan Guru Dalam Rangka Menumbuhkan Ketahanan Satuan Pendidikan Dalam Menolak Paham Intoleransi, Kekerasan dan Bullying”.  Acara yang merupakan hari pertama dari bagian Program Sekolah Damai BNPT ini berlangsung di Aula SMK 2, Manokwari, Papua Barat, Rabu (13/11/2024) dengan dihadiri hampir 100 guru SMA/SMK sederajat yang ada di Papua Barat.

Lebih lanjut Kasubdit KP BNPT mengatakan, lingkungan sekolah masih menghadapi tantangan serius.  Karena berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), sepanjang tahun 2023 terjadi sekitar 3.800 kasus perundungan (bullying) di Indonesia. Angka ini meningkat signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, di mana pada 2022 terdapat 226 kasus, 53 kasus di 2021, dan 119 kasus pada 2020.

Perundungan yang terjadi ini melibatkan berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, verbal, maupun psikologis. Dari total kasus tersebut, 55,5% melibatkan bullying fisik, 29,3% bullying verbal, dan 15,2% bullying psikologis.

“Melihat data itu tentunya dampaknya bagi para siswa ini sangat tinggi sekali. Lebih memprihatinkan lagi, siswa Sekolah Dasar (SD) menjadi kelompok korban terbesar dengan angka 26%, disusul oleh siswa SMP dan SMA,” ujarnya.

Situasi ini menurutnya tentu menjadi perhatian semua pihak, karena perundungan yang terjadi tidak hanya merusak mental dan kepercayaan diri korban, tetapi juga dapat mengganggu proses belajar-mengajar serta menciptakan suasana yang tidak kondusif bagi seluruh komunitas sekolah. Untuk  guru memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk karakter anak didik dan menciptakan suasana yang kondusif di lingkungan sekolah

“Karena bapak/ibu adalah figur yang dijadikan panutan oleh siswa, yang kehadirannya bukan hanya sekedar untuk mendidik secara akademis, tetapi juga untuk membimbing moral dan nilai-nilai sosial yang positif bagi anak anak kita kedepannya,” ujar alumni Akmil tahun 1996 ini.

Dirinya menjelaskan, di jaman dulu sebelum era reformasi, keberadaan para guru ini sangat dihormati oleh para murid muridnya. Karena apa yang disampaikan para guru atau guru memberikan hukuman yang bertujuan untuk mendidik nilai nilai moral dan kedisiplinan siswa, para siswa tentu akan menuruti dan mematuhinya.

“Namun berbeda dengan jaman sekarang. Kalau jaman sekarang guru memberikan hukuman sedikit akan dilaporkan kepada aparat penegak hokum oleh orang tua siswa. Dan tentunya hal ini jangan sampai terjadi lagi kepada guru dan perlu kita carikan solusinya,” ujarnya.

Oleh karena itu dengan diselenggarakannya kegiatan pelatihan guru ini dirinya berharap para guru dapat memperkuat kapasitas untuk mengidentifikasi, menangani, dan mencegah terjadinya perundungan, intoleransi serta dapat menyebarkan nilai-nilai perdamaian di sekolah.

“Melalui acara pelatihan guru pada program Sekolah Damai BNPT ini, mari kita jadikan lingkungan sekolah di Papua Barat sebagai tempat yang aman, ramah, dan penuh semangat toleransi. Kami mengajak bapak ibu semua untuk saling bekerja sama dalam menciptakan lingkungan belajar yang terbebas dari kekerasan, sehingga siswa dapat merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam belajar, dan siap menjadi bagian dari masyarakat indonesia yang inklusif,” ujar Perwira Menengah yang menghabiskan karie militernya di lingkungan Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI ini mengakhiri.

Acara ini juga dihadiri Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua Barat, Abdul Fatah, S.Pd, MM. Selain itu pelatihan ini juga menghadirkan narasumber lain yaitu Akademisi Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA, Muhammad Abdullah Darraz, MA., M.Ud.,, mantan napi terorisme (mitra deradikalisasi)  Muhtar daeng Lau, Psikolog untuk Komunitas Sekolah, Rinjani, S.Psi, M.Psi  dan juga Influencer Pendidikan, Vestita Elsada Rumaikewi.

Sementara hari kedua program Sekolah Damai di Papua Barat dengan mengambil tema “ Pelajar Cerdas, Cinta Damai, Tolak Intoleransi, Bullying dan Kekerasan” ini akan berlangsung Kamis (14/11/2024) besok di SMK 2 Manokwari dengan menghadirkan sebanyak 300 siswa tingkat SMA/SMK yang ada di Manokwari.

Acara tersebut menghadirkan beberapa narasumber seperti Staf Ahli bidang Pencegahan  Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Prof. (Hc.). Dr. Muhammad Suaib tahir, Lc, MA,   Redaktur Pelaksana Pusat Media Damai (PMD) BNPT, Abdul Malik MA., dan Psi  dan juga Influencer Pendidikan, Vestita Elsada Rumaikewi. Acara ini juga melibatkan Duta Damai BNPT Regional Papua Barat sebagai fasilitator.  Kegiatan itu juga diwarnai dengan lomba menggambar di ember tempat sampah dengan tema “Tolak Intoleransi, Kekerasan dan Bullying yang diikuti seluruh sekolah yang hadir.