Sekjen PBB Serukan Hari Internasional Lawan Islamofobia

New York – Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, Menggarisbawahi adanya keragaman adalah kekayaan, bukan ancaman. Ia juga menyerukan investasi yang lebih besar atas promosi kohesi sosial dan mengatasi kefanatikan.

Dua hal ini ia sampaikan dalam sebuah pesan, untuk menandai Hari Internasional Memerangi Islamofobia, Rabu (17/3) kemarin.

“Kita harus terus mendorong kebijakan yang sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan agama, budaya, serta identitas manusia yang unik,” katanya dalam siaran video kegiatan yang diselenggarakan oleh Organisasi Kerjasama Islam (OKI), dikutip dari laman resmi PBB, Kamis (18/3).

Guterres lantas mengutip sebuah ayat dari Alquran, yang mengingatkan manusia jika bangsa dan suku diciptakan untuk mengenal satu sama lain.

Hampir 60 negara menjadi anggota OKI, menetapkan 15 Maret sebagai Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia.

Sekretaris Jenderal juga mengutip laporan yang baru-baru ini diserahkan ke Dewan Hak Asasi Manusia PBB. Dalam laporan itu ditemukan kecurigaan, diskriminasi dan kebencian langsung terhadap Muslim mengalami peningkatan dan menjadi bagian dari proporsi epidemi.

Beberapa contoh yang terdaftar dalam laporan itu, di antaranya pembatasan yang tidak proporsional terhadap Muslim dalam menjalankan keyakinan mereka, batasan dalam mengakses kewarganegaraan, serta stigmatisasi yang meluas terhadap komunitas Muslim.

“Kefanatikan anti-Muslim ini sayangnya sejalan dengan tren menyedihkan lainnya yang kita lihat secara global, seperti kebangkitan etno-nasionalisme, neo-Nazisme, stigma dan ujaran kebencian yang menargetkan populasi yang rentan, termasuk Muslim, Yahudi, serta beberapa komunitas minoritas Kristen,” kata Sekretaris Jenderal ini.

Ia lalu menekankan jika perilaku diskriminasi dapat melemahkan semua pihak. Dengan tegas, ia menyerukan setiap pihak untuk melindungi hak-hak komunitas minoritas, mengingat banyak dari mereka berada di bawah ancaman.

Guterres pun menyebut, saat seseorang bergerak menuju masyarakat yang multi-etnis dan multi-agama, dibutuhkan investasi politik, budaya dan ekonomi untuk memperkuat kohesi sosial dan mengatasi kefanatikan yang ada.

Lebih lanjut, Sekretaris Jenderal tersebut menggarisbawahi jika memerangi diskriminasi, rasisme dan xenofobia adalah prioritas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Menyusul hubungan antara banyak negara Muslim dan beberapa negara Barat setelah serangan teroris 11 September di Amerika Serikat, dan serangan berikutnya di London, Madrid, dan Bali, Organisasi tersebut mendirikan Aliansi Peradaban PBB (UNAOC) pada tahun 2005.