Manila – Sejumlah warga Indonesia dikabarkan masih bergabung dengan kelompok teroris ISIS di Mindanao, selatan Filipina. Hal itu terjadi meski angkatan bersenjata Filipina memperketat pengawasan usai konflik di Kota Marawi tahun lalu.
Menurut pakar terorisme Filipina, Prof. Rommel Banlaoi para petempur asing itu bergabung dengan ISEA dan kelompok Abu Sayyaf yang bersembunyi di selatan Filipina. Mereka yang mendominasi berasal dari Indonesia dan Malaysia. Sisanya datang dari Arab Saudi, Turki, Maroko, Spanyol, Prancis, Tunisia, Irak, Somalia, Mesir, Yaman, Libya, Pakistan, China, dan Bangladesh.
“Mereka datang ke Mindanao untuk bergabung dengan ISIS dan kelompok-kelompok yang berhubungan. Sekitar 60 orang dari mereka berhasil diketahui, sedangkan 30 lainnya tidak terlacak,” kata Banlaoi, sebagaimana dikutip The Defense Post, Selasa (6/11).
Banlaoi menyatakan sebagian dari petempur asing itu berhasil dicegat di bandara dan dideportasi. Lainnya lolos dan pergi ke Mindanao. Untuk mengelabui aparat, mereka menyamar menjadi pengusaha, pelajar dan lain-lain.
Sedangkan menurut Wakil Kepala Staf Intelijen Angkatan Bersenjata Filipina, Mayjen Fernando Trinidad para petempur asing itu kebanyakan diberdayakan untuk melatih para calon teroris. Sebab, mereka dianggap berpengalaman di medan perang seperti Afghanistan, Irak, dan Suriah.
Baca Juga : Wiranto: RI Harus Kerja Sama dengan Negara Lain Hadapi Terorisme
Trinidad menyatakan agen telik sandi berhasil mendeteksi 15 militan asal Indonesia dan Malaysia pada November tahun lalu, kemudian menuju Provinsi Sarangani yang menjadi basis kelompok Maute. Sedangkan 16 warga Indonesia lainnya dikabarkan menjadi pelatih kelompok ISEA dan Abu Sayyaf di Basilan dan Maute di Provinsi Lanao del Sur.
Peneliti terorisme dari Universitas Amerika, Munira Mustaffa menyatakan Mindanao masih memiliki daya tarik bagi para petempur asing karena termotivasi untuk melakukan itu. Di samping itu, mereka bangga dan ingin menjadi bagian kelompok bersenjata.
“Pertempuran yang masih terjadi sampai hari ini di Mindanao membuat kesan itu adalah medan perang yang patut diperjuangkan, ketimbang berjuang di perkotaan Indonesia dan Malaysia,” kata Mustaffa.
Analis terorisme, Pawel Wojcik menyatakan petempur asing dari luar Asia Tenggara akan diserap pengetahuannya. Terutama soal teknis seperti membuat bom dan manajemen wilayah. Sedangkan mereka yang berasal dari Asia Tenggara direkrut selain sebagai kombatan, juga untuk melatih karena pengalaman perang di selatan Filipina dan Afghanistan.