Padang – Di Sumatera Barat, ibu-ibu itu sebagai limpapeh rumah nan gadang atau tiang penyangga rumah besar. Dengan demikian, perempuan Minang harus bisa menjadi agen perdamaian dalam melindungi keluarga dari ancaman radikalisme dan terorisme.
Penegasan itu disampaikan Wakil Gubernur (Wagub) Sumatera Barat (Sumbar) Wagub Sumbar Drs. H. Nasrul Abit saat membuka workshop pelibatan perempuan dalam pencegahan radikalisme dan terorisme yang mengambil tema “Perempuan Agen Perdamaian) yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sumbar di Hotel Kyriad Bumiminang, Padang, Kamis (10/10/2019).
“Negara kita memang sedang mengalami banyak masalah. Ada radikalisme, terorisme, bahkan juga kemarin tragedi Wamena. Pemerintah sudah mencob dan pihak keamanan juga sudah maksimal menangani radikalisme dan terorisme. Ternyata masih ada yang ketinggalan yaitu pelibatan perempuan dalam menangkal ini karena bagaimanapun para pelaku terorisme dan radikalisme berasal dari rumah tangga. Makanya kegiatan ini harus didukung, terutama untuk menggiat perempuan Minang sebagai limpapeh rumah nan gadang,” papar Wagub.
Ia menilai, radikalisme itu suatu paham ingin memaksakan kehendak, masuk ke masyarakat dan ke dunia politik. Mereka tidak mau tunduk pada Undang-Undang dan peraturan berlaku. Dia ingin memaksakan kehendaknya, bahkan membunuh orang dinilai mati syahid.
“Itu tidak benar, agama apa seperti itu? Jadi saya minta ibu-ibu, tolong awasi anak-anaknya, terutama yang mengikuti pengajian di luar. Agama itu pegangan kita yang hakiki. Kita fanatik boleh dalam Islam, tapi dalam kehidupan bernegara kita harus tunduk pada aturan,” kata Nasrul.
Menurutnya, beriman dan beragama itu harus pakai logika dan jangan hanya tunduk dengan apa yang dibilang guru atau ketua kelompok. Salah satunya, tidak boleh bersalaman perempuan dan laki-laki karena haram.
Ia meminta para ibu untuk mengawasi anak-anaknya. Juga menyarankan kepada semua orang agar mempelajari agama secara tuntas, bukan setengah-setengah. “Jangan ketemu satu ayat, langsung fanatik. Tolong awasi anak kita, ikut pengajian. Boleh fanatik., tapi dalam kehidupan bernegara kita harus punya toleransi. Tolong anak kita dijaga agar mereka tidak masuk jadi orang radikal, fanatik. akhirnya menghalalkan segala cara untuk melakukan kegiatan yang diinstruksikan guru, atau kelompoknya, untuk mengacau keamanan,” harap Wagub.
Ia menegaskan, negara Indonesiadibentuk dengan suku berbeda, agama berbeda, budaya berbeda, warna kulit berbeda, makanya ada Sumpah Pemuda, ada Pancasila. Itu harus dipegang dan diamalkan.
“Mari kita jadikan Indonesia sebaga negara damai, negara yang menjunjung tinggi perbedaan, dan negara yang menghargai sesama dan toleransi,” tukasnya.
Menurutnya, di Sumbar ada kearifan lokal yang bisa dijadikan para perempuan menjadi agen perdamaian yaitu bundo kanduang sebagai limpapeh rumah nan gadang. Juga ‘adab bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah’ yang semua itu bersumber dari Alquran.
“Kita harus cerdas melihat suatu hal dengan logika. Jangan sampai kita terpancing orang luar yang sengaja memancing kerusuhan. Kearifan lokal kita kuat, budaya kita kuat. Itu modal untuk membentengi Sumbar dari radikalisme dan terorisme,” tutur Nasrul Abit.
Ia mengajak semua pihak untuk saling menjaga. Seperti di lingkungan, bila ada orang baru datang segera dilaporkan. Pemuda juga harus tanggap terhadap radikalisme dan terorisme yang diketahui akan merusak bangsa, menggoyang NKRI dan terus berusaha mengganti ideologi Pancasila.
“Kita punya ajaran agama. Kita punya kitab suci. Jangan lari dari itu. Islam punya Alquran. Mati syahid jangan diartikan macam-macam, masak membunuh orang mati syahid. Tentu alim ulama harus terus memberikan pemahaman,” pungkas Wagub Sumbar.