Batam – President of Southeast Asian Press Alliance (SEAPA), Eko Maryadi, mengkritik keengganan jurnalis di Indonesia untuk mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Hal ini disebut sebagai salah satu penyebab rendahnya profesionalisme media massa.
“Angkanya mencapai 65 persen (jurnalis yang tidak membaca Kode Etik Jurnalistik). Ini fakta dan tentu sangat disayangkan,” kata Eko saat menjadi narasumber dalam Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Batam, Kepulauan Riau, Kamis (29/9/2016).
Eko menambahkan, rendahnya kemauan Jurnalis membaca Kode Etik Jurnalistik dapat dipastikan berlanjut pada ketidakmauannya untuk memahami aturan terkait Jurnalistik lainnya, seperti Pedoman Peliputan Terorisme yang diterbitkan oleh Dewan Pers. Hal ini diperparah dengan ketiadaan pendidikan khusus kepada Jurnalis tentang peliputan terspesifik oleh perusahaan media massa.
“Padahal profesi Jurnalis adalah profesi yang menuntut setiap pelakunya untuk terus belajar dan belajar agar kemampuannya dalam meliput dan membuat berita tidak salah. Dalam konteks terorisme, peliputan yang salah adalah teror baru bagi masyarakat,” tegas Eko.
Item, demikian Eko Maryadi disapa, menyatakan SEAPA sangat mendukung dilaksanakannya kegiatan peningkatan profesionalisme media massa pers dalam meliput isu-isu terorisme. “Sebenarnya kita harus bersyukur, karena di Indonesia kebebasan pers sangatlah baik apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, bahkan di Asia Tenggara. Mari kita manfaatkan kebebasan pers ini sebaik mungkin dengan menjadi Jurnalis yang profesional dalam menjalankan tugas-tugas peliputan,” tambahnya.
Selain Eko Maryadi, Diseminasi Pedoman Peliputan Terorisme dan Peningkatan Profesionalisme Media Massa Pers dalam Meliput Isu-isu Terorisme di Batam, Kepulauan Riau, juga menghadirkan 3 narasumber lainnya, yaitu Praktisi Jurnalistik, Hasudungan Sirait, Kabid Humas Polda Kepulauan Riau, AKBP. Hartono, dan Ketua PWI Kepulauan Riau, Ramon Damora.