Jakarta – Di era milenial sekarang, santri jangan hanya berdakwah di Pondok Pesantren dan di masjid-masjid saja, tapi santri yang juga bagian dari generasi muda bangsa, harus jadi generasi milenial dan agen perdamaian dalam menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari berbagai gangguan, terutama intoleransi, radikalisme dan terorisme.
“Santri memiliki prinsip “Kaifa Nataqoddam duuna an natakholaa ‘an at-Turast” yang artinya bagaimana bisa bersaing dalam kompetisi global tanpa kehilangan jati diri yang ditempa nilai tradisi,” ujar KH. Maman Imanulhaq, pimpinan Pondok Pesantren Al-Mizan, Majalengka, di Jakarta, Senin (22/10/2018).
Nah dengan prinsip itu, ungkap Kang Maman, meniscayakan santri untuk menguasai isu-isu dunia modern, perangkat teknologi, dan mewarnai pergaulan dunia. Tapi meski demikian, santri harus tetap memegang teguh prinsip universalisme Islam seperti kejujuran, kesederhanaan, keterbukaan dan kerja keras.
Bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional (HSN), Kang Maman mengajak para santri menjadikan HSN sebagai momentum untuk menguatkan komitmen santri dalam menjaga bangsa dan negara Republik Indonesia serta menagih hadirnya negara dalam peningkatan kualitas sarana prasarana pendidikan di pesantren.
“HSN adalah bentuk pengakuan negara atas kiprah kaum santri dan Pesantren dalam memperjuangkan kemerdekaan RI. Sekaligus menguatkan aspek kesejarahan pesantren yang sejak lama hadir di tengah masyarakat dalam bidang pendidikan, dakwah, sosial bahkan politik,” jelas Ketua Lembaga Dakwah PBNU ini.
Di kemajuan teknologi informasi (TI) dengan hiruk pikuknya media sosial (medsos), Kang Maman menegaskan tugas santri tetap berdakwah. Namun dakwahnya tidak hanya secara konvensional seperti yang dilakukan selama ini, tapi santri harus mampu mengaktualisasikan jihad-jihad kekinian. dakwah kekinian, dakwah online, ataupun dakwah milenial dengan mentransfer wawasan islam moderat dan kebangsaan dalam rangka menjaga NKRI.
“Santri millennial harus menjadi garda terdepan dalam jihad mengkampanyekan perdamaian dan melawan upaya-upaya perpecahan,” tukas Kang Maman.
Sejauh ini, lanjut mantan anggota Komisi VIII DPR RI, di kalangan para santri tengah tren jihad dengan menangkal hoaks (berita bohong), baik di dunia nyata maupun dunia maya. Di dunia nyata, para santri melakukan edukasi di tengah masyarakat tentang bahaya hoaks, gerakan literasi di kalangan anak muda dan da’i muda, sementara di dunia maya santri memproduksi dan menyebarkan konten berisi dakwah positif yang bernilai kebangsaan dan kemanusiaan.
“Dakwah santri itu mengajak bukan mengejek, merangkul bukan memukul, menciptakan harmoni bukan hegemoni, menolak radikalisme, apalagi terorisme,” pungkas Kiai Maman Imanulhaq.