Jakarta – Generasi muda ditenggarai sangat rentan terjaring paham radikalisme dan terorisme. Ini antara lain karena makin mudahnya informasi yamg didapat melalui internet. Hal ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, dalam perbincangan dengan poskotanews, kemarin.
“Setidaknya ada tiga faktor yang kemungkinan menjadi penyebabnya,” ujar Kepala BNPT seperti dikutip poskotanews.com.
Pertama, menurut mantan Kabareskrim Polri ini, kemudahan mengakses informasi dari internet dan jejaring media sosial tanpa dibarengi kemampuan menyaring informasi dimaksud.
“Intensitas tinggi dan literasi yang lemah di kalangan anak muda menyebabkan mereka mudah terjaring dan terprovokasi dengan konten yang diakses, termasuk konten hoax atau hate speech,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Lalu faktor yang kedua menurutnya adalah kemahiran kelompok teroris dalam menyusupkan beragam propaganda untuk memikat pengguna internet dan memanfaatkan media sosial.
“Yang ketiga krisis figur. Saat ini menemukan sosok yang mampu diteladani sama seperti menemukan jarum di tumpukan jerami,” kata mantan Kadiv Humas Polri ini menambahkan.
Dalam upaya mencegah radikalisme, BNPT terus menjalin kerjasama dengan sejumlah elemen bangsa. Caranya dengan mengajak generasi muda berperan aktif, misalnya kegiatan literasi media.
Tujuannya memberi kemampuan memadai agar mereka dapat memilih dan memilah beragam informasi digital. Termasuk di dalamnya ikut memerangi konten hoax dan radikalisme
“Saya sendiri selalu siap hadir untuk sharing dengan generasi muda,” kata mantan Wakapolda Metro Jaya ini.
Untuk itu dirinya mengajak generasi muda tidak menebarkan konten ujaran kebencian. Alasannya, dapat menjadi pemicu dan memupuk bibit kekerasan.
Ajakan ini seiring dengan makin banyaknya konten negatif yang diblokir pemerintah. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang menyebutkan pada tahun 2016 sebanyak 773 ribu situs, termasuk konten radikalisme telah diblokir.