Jakarta – Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan Amerika Serikat (AS), Selandia Baru, dan Jepang mendukung untuk bergabung dengan prakarsa Mata Bersama atau Our Eyes Initiative (OEI). Ketiga negara itu berjanji memberikan dukungan termasuk bantuan untuk membangun OEI.
“Walaupun OEI secara informal telah beroperasi sejak 2017 dan secara formal bertukar informasi sejak Januari 2018, fase selanjutnya adalah membangun arsitektur federasi,” kata Menhan Ryamizard dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Minggu (21/10).
Sebagai negara-negara pendiri, Indonesia, Filipina, Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand bekerja sama dalam OEI sejak Januari 2018. Selanjutnya, pada pertemuan menteri pertahanan ASEAN (ASEAN Defence Ministers Meeting/ADMM) Ke-12, di Singapura pada 19 Oktober 2018, para menteri pertahanan dari 10 negara ASEAN menyepakati Inisiatif Mata Bersama/Our Eyes Initiative (OEI) yang diprakarsai Ryamizard.
Delapan mitra ASEAN pun mengakui platform ini yang merupakan wadah pertukaran informasi strategis di antara negara-negara ASEAN dalam mengatasi terorisme, radikalisme, dan ekstremisme kekerasan, serta ancaman non-tradisional lain di wilayah ASEAN.
Setelah pengambilalihan Marawi pada bulan Mei 2017, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengembangkan OEI untuk mendukung pemerintah regional melawan landskap ancaman Islamic State (IS) sentris.
RI-Filipina-Malaysia Indonesia juga bekerja sama dengan Filipina dan Malaysia untuk mengamankan perairan Sulu dengan meluncurkan sebuah Perjanjian Kerja sama Trilateral (Trilateral Cooperative Agreement/TCA) tahun 2017, melalui patroli maritim yang diluncurkan pada bulan Juni, patroli udara pada bulan Oktober, dan pelatihan angkatan darat pada bulan November, serta integrasi bertahap Singapura dan Brunei sebagai negara-negara pengamat.
Namun, pertemuan Menhan ASEAN atau ADMM Plus yang juga diikuti oleh delapan negara mitra ASEAN pada Sabtu (20/10), di Singapura mengakui bahwa kerja sama internasional, terutama dalam hal pertukaran dan pembagian informasi, merupakan unsur penting dalam melawan terorisme.
Menurut Menhan Ryamizard, meningkatnya ancaman dari sebuah nukleus IS di Filipina beserta ancaman kombatan asing yang kembali dari teater di Timur Tengah, Afrika, dan Asia, mengakibatkan kebutuhan untuk bekerja bersama dalam bidang pertahanan, militer, dan penegakkan hukum serta intelijen menjadi jauh lebih penting daripada sebelumnya.
“Pertukaran informasi biasanya terjadi pada basis bilateral, dimana terjadi pertukaran informasi yang relevan diantara kedua negara tersebut,” kata mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) ini.
Namun, lanjut purnawirawan Jenderal bintang empat ini, komunitas Five Eyes, yang merupakan platform pertukaran intelijen antara AS, Inggris, Australia, Kanada, dan Selandia Baru, dimana agensi dari negara-negara tersebut bekerja sama jauh melebihi batas tradisional geografis.
OEI adalah kemitraan yang berfokus pada masa depan yang akan merevolusikan kemampuan negara-negara Asia Tengara untuk melawan ancaman terorisme, terutama dalam hal kombatan asing.
“Aksi seperti patroli gabungan di Laut Sulu-Sulawesi telah memitigasi risiko terorisme di wilayah tersebut,” kata Ryamizard.
OEI merupakan respon kritis terhadap meningkatnya ancaman ektremisme dan terorisme regional, setelah ekspansi IS di wilayah ini.
Menurut dia, akan ada tantangan-tantangan untuk bekerja sama, namun keinginan dari para pemimpin pemerintahan untuk mengatasi hambatan tradisional dan memperluas kerja sama operasional internasional, mempunyai potensi untuk mengubah landskap kontra terorisme di Asia, dengan mencegah insiden seperti Marawi terjadi lagi.
OEI merepresentasikan waktu yang unik untuk berekspansi di luar kerjasama pertahanan dan militer, menjadi koloborasi dengan penegak hukum dan agensi keamanan nasional.
“Kerja sama dalam hal patroli bersama dan pertukaran informasi regular merupakan hal yang penting, tetapi hal yang sama pentingnya adalah koordinasi efektif dan pertukaran informasi dalam bidang intelijen kontra terorisme dan penegakkan hukum,” katanya.
Ia menambahkan, hanya dengan menjalin kerja sama pada tingkatanl intelijen dan penegakkan hukum, negara-negara anggota akan mempunyai kemampuan untuk secara proaktif mengidentifikasi dan mengganggu aktivitas ekstremisme dan terorisme, sebelum kegiatan-kegiatan tersebut menjadi ancaman, atau merengut nyawa.
“Pertukaran intelijen pada level strategis, operasional, dan taktis akan menciptakan kapabilitas yang kuat, lintas batas, sehingga plot-plot teroris akan berhasil dinetralisasi sejak dini,” tuturnya.
Ia menyebutkan, mengintegrasikan kapabilitas yang besar dari agensi intelijen dan otoritas penegakkan hukum akan memungkinkan pencegahan aksi terorisme pada berbagai tahap, dari mulai rekrutmen dan radikalisasi anggota sampai pelatihan dan perencanaan serangan, serta pendanaan teroris, perjalanan internasional, dan terjadinya serangan tersebut.
“Dengan melibatkan spektrum penuh respon kontra-terorisme, intelijen, penegakkan hukum, pertahanan, dan militer, OEI akan menjadi usaha kontra-terorisme internasional pertama di dunia yang akan membuat setiap negara anggota, dan Asia Tenggara, menjadi tempat yang lebih aman dan stabil,” tutur Ryamizard.