Rusia Terima Kembali Kepulangan Anak-anak Anggota ISIS

Moskwa – Di saat keruntuhan ISIS di Suriah dan nasib keluarga anggota kelompok militan itu menjadi masalah, Rusia sudah mengambil langkah maju.

Rusia bisa dianggap sebagai pelopor negara yang secara sistematis membawa pulang anak-anak anggota ISIS yang berasal dari negeri itu.

Sebenarnya masalah pemulangan para perempuan dan anak-anak mereka yang pernah hidup di bawah wilayah ISIS menjadi perdebatan di Rusia.

Sejumlah kalangan terutama aparat keamanan menganggap mereka sebagai benih ancaman di masa depan. Meski demikian, awal bulan ini sebanyak 27 orang anak-anak mulai usia empat hingga 13 tahun, diterbangkan dari Irak menuju ke Moskwa.

Sambil memegang mainan dan dibungkus jaket tebal, anak-anak itu diangkut sebuah pesawat kargo untuk menghadapi musim dingin Rusia setelah bertahun-tahun tinggal di gurun.

Baca juga : Ribuan Anggota ISIS Kabur Dari Suriah Bawa Uang Ratusan Juta Dollar

Setelah menjalani tes kesehatan, anak-anak itu akan diserahkan kepada para paman, bibi, dan kakek mereka di Kaukasus Utara, wilayah Rusia dengan penduduk mayoritas pemeluk Islam.

Di tempat itu pula menjadi asal sebagian besar warga Rusia yang pergi ke Suriah dan Irak untuk bergabung dengan ISIS.

Pada Desember tahun lalu, sebanyak 30 anak-anak dipulangkan dari Suriah menuju ke Rusia.

“Mereka belajar di sekolah dan taman kanak-kanak. Para relawan bekerja bersama mereka dan berbicara tentang apa yang sudah dilalui anak-anak ini,” ujar Kheda Saratova, penasihat pemimpin Chechnya Ramzan Kadyrov, seperti dikutip Arabnews.com, Minggu (17/2).

Kadyrov memang memainkan peran penting dalam proses repatriasi anak-anak tersebut. “Para relawan itu juga menjelaskan bagaimana anak-anak ini terindoktrinasi,” tambah Saratova.

Pemerintah Rusia sejauh ini memberikan angka berbeda soal jumlah anak-anak yang dipulangkan ke negeri itu. Saratova mengatakan, sudah 200 anak dipulangkan tetapi masih terdapat hampir 1.400 anak di Irak dan Suriah.

Saat Rusia mulai mengintervensi Suriah pada 2015, dia mengatakan, para ekstremis harus dibunuh sebelum mereka tiba di Rusia.

Meski di beberapa wilayah Rusia mencoba melakukan rehabilitasi untuk para mantan ekstremis, tetapi langkah serupa gagal di level nasional.

Para pemuda yang pulang dari Suriah dan Irak lalu menyerahkan diri kepada pemerintah harus menghadapi hukuman berat.

Bulan ini, Mahkamah Agung Rusia mengukuhkan hukuman penjara 16 tahun untuk seorang pelajar 19 tahun yang pergi ke Suriah dan bekerja sebagai juru masak dan sopir ISIS selama enam bulan.