Moskow – Rusia berjanji untuk mendukung Irak dalam memerangi ISIS dan membangun kembali hubungan keamanan antara kedua negara, terutama karena Amerika Serikat berencana untuk menarik pasukan dari Suriah.
Baghdad mendeklarasikan kemenangan melawan ISIS pada Desember 2017 lalu. Kelompok itu merebut sepertiga negara itu hampir tiga tahun lalu, tetapi sejak kehilangan mayoritas kekhalifahannya, kelompok itu mempertahankan sel-sel kecil dan menggunakan taktik gerilya.
“Kami tertarik untuk secara aktif membantu Anda mengatasi tantangan ini. Mari kita bahas semua masalah ini,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan kepada rekannya dari Irak Mohammed Al Hakim, seperti dikutip The National, Rabu (30/01).
Pejabat Rusia menekankan pentingnya membangun kembali keamanan di Irak. Dia menyatakan harapan bahwa penarikan AS yang direncanakan dari Suriah tidak akan digunakan untuk memperluas pengaruh Washington di tempat lain di kawasan itu.
Baca juga : ISIS Ancam Serang Konser Mariah Carey di Arab Saudi
“Kami berharap bahwa kehadiran militer AS di Irak akan memenuhi tujuan yang dinyatakannya, yaitu, untuk memerangi terorisme dan membantu pemerintah untuk menstabilkan situasi, dan tidak untuk entah bagaimana menyelesaikan tugas-tugas geopolitik di wilayah yang secara sepihak dikejar oleh Washington,” kat Lavrov.
Rusia bertujuan untuk meningkatkan hubungan dengan Irak untuk menantang pengaruh Amerika di negara itu. Moskow sejauh ini telah menginvestasikan jutaan dolar di sektor energi Irak dan telah membuka pusat komando di Baghdad di bawah perjanjian pembagian intelijen dengan Irak, Iran dan Suriah yang bertujuan memerangi ISIS.
Lavrov menegaskan bahwa Rusia akan meningkatkan kemampuan Irak untuk melawan terorisme dan meningkatkan kerja sama militer mereka.
Pada bagiannya, Menteri Luar Negeri Irak Mohammed Al Hakim mengkonfirmasi bahwa kerjasama militer dan keamanan Rusia akan menjamin kekalahan ISIS di Suriah dan Irak.
Di Suriah, militer Irak telah melakukan beberapa serangan udara terhadap ISIS sejak tahun lalu, dengan persetujuan Presiden Bashar Al Assad dan koalisi pimpinan AS melawan gerilyawan.