Rumah Mewah Seharga Rp6 Miliar di Pejaten Dijadikan Markas ISIS, Pria Jaksel Divonis 4 Tahun

Jakarta – Seorang pria berinisial AM (50 tahun) divonis hukuman 4 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. AM terbukti bergabung dengan organisasi teroris ISIS di Suriah dengan menjadikan rumahnya sebagai markas ISIS, lantas menjual rumah hingga kendaraannya di Jakarta.

Hal itu tertuang dalam putusan PN Jaktim yang dilansir website MA, Senin (12/4/2021). Kasus bermula saat AM ikut dengan pengajian garis keras pada 2007. Setelah itu, rumahnya yang di Pejaten, Jaksel, dijadikan markas organisasi terlarang teroris.

Pada 2016, AM bersama istri dan kedua anaknya berangkat ke Turki dengan menggunakan Turkish Airlines menuju Bandara Ataturk Istanbul. Sebelum berangkat, AM menjual dua mobilnya dan laku Rp 160 juta. Tujuannya adalah bergabung dengan ISIS di Suriah.

Setelah di Turki, ia meminta temannya di Jakarta menjual rumahnya di Pejaten dan laku Rp 6 miliar. Uang itu kemudian digunakan untuk membeli apartemen di Turki.

Apartemen tersebut digunakan untuk tempat singgah bagi WNI yang ingin bergabung dengan ISIS. AM sendiri belum bisa menyeberang ke Suriah bergabung dengan ISIS karena situasi mencekam.

Dua tahun setelahnya, pergerakan AM diendus petugas dan ia dideportasi ke Indonesia. AM akhirnya diadili di Indonesia.

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun,” kata ketua majelis Yudisilen dengan anggota Alex Adam Faisal dan Nun Suhaini.

Majelis menyatakan AM terbukti memenuhi kualifikasi perbuatan yang diatur UU Terorisme. Apalagi ISIS adalah organisasi terlarang. Sebab, tidak hanya di Suriah, tetapi juga merambah ke Indonesia. Di Indonesia para pendukung ISIS telah menggunakan peralatan apa saja serta mengakibatkan dampak yang menimbulkan suasana teror dan rasa takut yang luas di kalangan masyarakat sipil.

“Di samping melakukan pelatihan militer, mereka juga melakukan intimidasi dengan berbagai senjata dan modus teror yang mengancam masyarakat sipil yang tidak memiliki pemahaman yang sama dengan mereka,” kata Ketua Majelis Hakim.