Jakarta – Pihak oposisi Suriah menyatakan serangan rudal yang menargetkan wilayah pedesaan Aleppo, kota di Suriah, yang menyebabkan kerusakan parah pada fasilitas minyak di sana, telah dianggap sebagai terorisme negara.
Serangan mematikan yang terjadi Jumat (5/3/2021) lalu, yang dilaporkan telah diluncurkan oleh Rusia dari kapal perang dan oleh pasukan yang dianggap pendukung dari rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, menghantam kilang minyak darurat di al-Hamran dekat kota Jarablus dan desa Tarhin dekat al-Bab di Aleppo timur.
Menurut sukarelawan pertahanan sipil Suriah, yang dikenal sebagai White Helmets, serangan itu menyebabkan kebakaran besar, terutama di Tarhin, menghancurkan lebih dari 200 truk minyak dan membutuhkan waktu 20 jam untuk memadamkan api yang muncul.
Gambar udara dan satelit yang mencolok menunjukkan skala kerusakan yang muncul, dengan area luas yang hangus dan nilai moneter kerugian yang diperkirakan mencapai jutaan dolar.
Sebuah pernyataan dari Koalisi Oposisi Suriah mengutuk serangan itu, mengatakan munisi tandan (senjata curah) telah digunakan, yang dilarang berdasarkan hukum internasional.
Konvensi Munisi Tandan adalah traktat internasional yang melarang penggunaan bom tandan (bom curah), jenis senjata yang menyebar banyak subminisi. Sebagai informasi, konvensi ini disepakati pada 30 Mei 2008 di Dublin, Irlandia, dan telah ditandatangani di Oslo pada 3 Desember 2008.
“Kejahatan ini tidak dapat dibenarkan sama sekali karena mereka murni teroris, bersifat berbahaya,” kata pernyataan itu, dilansir Al Jazeera, Jumat (12/3/2021).
Pernyataan para pihak oposisi itu menambahkan bahwa serangan itu menandai eskalasi yang parah. Hasan Mohamad, Direktur Divisi Al-Bab White Helmets, mengatakan bahwa tiga rudal balistik Tochka yang membawa bom klaster ditembakkan ke al-Hamran, di mana ada pasar untuk bahan bakar, menyebabkan api setinggi 300 meter.
Kurang dari satu jam kemudian, kilang bahan bakar improvisasi di Tarhin dihantam dengan empat rudal, campuran roket permukaan ke permukaan seri Tochka dan Uragan 9M27K, yang juga membawa munisi tandan.
Dibutuhkan lebih dari 100 relawan dan 50 kendaraan, seperti mobil pemadam kebakaran, untuk mencoba mengendalikan situasi. Relawan White Helmets bernama Ahmed al-Waki tewas ketika mencoba memadamkan api saat sebuah tangki bahan bakar meledak.
Serangan itu juga menyebabkan beberapa kerusakan pada properti sipil, dengan masyarakat yang menggantungkan kehidupannya di sana kini terlantar. Toko roti, rumah sakit, dan fasilitas lainnya dikatakan terputus dari pasokan bahan bakar.
Menurut PBB, sekitar 4 juta orang tinggal di Aleppo dan provinsi barat laut Idlib, yang merupakan benteng pemberontak terakhir di negara itu. Sekitar setengahnya telah mengungsi.
Instalasi minyak di bagian Aleppo yang dikendalikan Turki telah berulang kali diserang dalam beberapa bulan terakhir, meskipun rezim Suriah dan pendukung Rusia-nya belum mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.