Semarang – Revitalisasi tradisi lokal diyakini bisa membentengi masyarakat dari berbagai pengaruh negatif, tak terkecuali paham radikal dan terorisme. Tradisi lokal yang kuat akan mampu menangkal berbagai hal negatif yang dibawa arus modernisasi.
Pemahaman ini menjadi salah satu rumusan Focus Group Discussion (FGD) Policy Brief Pemberdayaan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Radikalisme-Terorisme yang diselenggarakan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Terorisme Jawa Tengah (FKPT Jateng) di Semarang, Sabtu (4/8).
Ketua Bidang Penelitian dan Kajian FKPT Jateng Syamsul Ma’arif sebagaimana dikutip NU online mengatakan, berbagai jenis tradisi dan kearifan lokal yang ada di tengah-tengah masyarakat Jateng adalah modal sosial yang sangat tinggi nilainya, dan harus terjamin kelestariannya. Sebab tergerusnya potensi itu akan menjadi ancaman serius, daya tahan masyarakat dalam menghadapi gempuran nilai-nilai baru yang negatif akan semakin melemah.
“Gerakan radikal teror itu, termasuk nilai baru yang mengandung sisi negatif dan sebelumnya tidak dikenal. Apalagi di Jawa Tengah warganya dikenal penuh toleran, suka gotong royong dan menonjol sikap rendah hatinya,” kata Ma’arif.
Dikatakannya, sikap-sikap seperti itu melekat pada diri setiap warga, sehingga kehidupan mereka nyaman, tenteram dan tenang, nyaris tidak ada kegaduhan meski ada berbagai perbedaan di antara mereka mulai dari agama, adat, tradisi, strata sosial dan sebagainya.
Di antara mereka, lanjutnya, ada kesepakatan meski tidak tertulis untuk tidak mamaksakan kehendak, misalnya yang berbeda dipaksakan untuk sama. “Sebaliknya yang sudah ada kesamaan nilai dan spirit tidak akan dicari-cari perbedaannya untuk dibentur-benturkan, semuanya memahami bahwa perbedaan itu sebuah keniscayaan,” ujarnya.
Namun belakangan ini seiring dengan bergulirnya modernisasi yang diikuti dengan perkembangan teknologi komunikasi, informasi, dan digitalisasi menjadikan berbagai nilai baru membanjir di tengah-tengah masyarakat lokal, termasuk radikal teror yang menjadi penumpang gelap gerakan demokratisasi dan reformasi.
Dengan masih bertahannya kearifan lokal, dia menambahkan, gerakan radikal teror yang jelas-jelas mengandung nilai negatif ditolak oleh masyarakat. Oleh sebab itu, gerakan pencegahan terorisme yang diprakarsai FKPT bersama para pegiat anti radikal teror selalu mendapat respon dan apresiasi yang sangat tinggi dari masyarakat.
“Para pelaku aksi teror yang mencoba untuk menjadikan masyarakat sebagai bunker atau tempat untuk bersembunyi dan menyusun strategi aksi teror mendapat penolakan keras dari masyarakat,” tutup Ma’arif.