“Rembuk Merah Putih” di Merauke: Merawat Cinta Tanah Air, Menangkal Radikalisme dari Papua Selatan

Merauke – Dalam upaya meneguhkan semangat nasionalisme dan memperkuat ketahanan sosial dari ancaman radikalisme, Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Papua Selatan bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI menggelar kegiatan bertajuk “Rembuk Merah Putih” di Hotel Panda, Merauke, pada Sabtu (28/6/2025).

Dengan tema “Mewujudkan Pemuda Cerdas, Kritis, dan Cinta Tanah Air”, kegiatan ini menjadi ruang dialog lintas elemen masyarakat yang menyatukan suara untuk menjaga perdamaian, toleransi, dan keutuhan bangsa.

Acara ini dibuka secara resmi oleh Staf Ahli Gubernur Papua Selatan Bidang Otonomi Khusus, Michael Rooney Gomar, yang mewakili Gubernur Apolo Safanpo. Dalam sambutannya, Gomar menekankan pentingnya membangun narasi-narasi damai di tengah ancaman nyata terorisme yang kini kerap menjalar lewat dunia digital.

“Ancaman terorisme itu masih ada. Maka perlu terus digaungkan pesan-pesan toleransi, kasih sayang, dan cinta tanah air—baik di dunia nyata maupun melalui media digital,” ujar Gomar dikutip dari laman papuaselatanpos.com.

Kegiatan Rembuk Merah Putih kali ini juga mengangkat subtema “Pitutur Cinta dan Tinta Emas”, sebagai ajakan untuk kembali kepada nilai-nilai kemanusiaan universal: cinta kepada Tuhan, sesama manusia, dan alam semesta.

Gomar mengingatkan bahwa pola pemahaman keagamaan yang sempit dan eksklusif dapat menjadi pintu masuk konflik dan kekerasan. Oleh karena itu, pendekatan edukatif yang berbasis kasih sayang harus terus dikembangkan dalam pendidikan formal, media, hingga ruang-ruang keagamaan.

Ia juga menegaskan perlunya kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah, tokoh agama, kampus, organisasi masyarakat sipil, hingga para mantan narapidana terorisme—untuk membentengi generasi muda dari bahaya ideologi ekstrem.

Ketua FKPT Papua Selatan, Agustinus Joko Guritno, menyebut Rembuk Merah Putih sebagai momen strategis untuk membangun kesadaran kolektif dalam menangkal paham radikal. Menurutnya, seluruh elemen bangsa, dari mahasiswa hingga jurnalis, perlu menjadi bagian dari gerakan kebangsaan ini.

“Melalui kegiatan ini, kami ingin membangun dialog yang hidup antar elemen masyarakat agar bersama-sama menjadi penjaga nilai-nilai kebangsaan dan melawan ideologi radikal yang merusak sendi-sendi kehidupan kita,” tegas Guritno.

Ia berharap para peserta dapat menjadi agen perubahan di lingkungannya masing-masing, menyebarkan semangat persatuan, toleransi, dan rasa cinta tanah air.

Sebagai simbol dimulainya kegiatan, Michael Rooney Gomar menabuh tifa—alat musik tradisional Papua—yang menggema sebagai seruan damai dari ujung timur Indonesia.

Acara ini diikuti oleh berbagai unsur masyarakat: tokoh agama, akademisi, mahasiswa, jurnalis, pondok pesantren, organisasi perempuan, hingga perwakilan ormas keagamaan. Semuanya hadir dalam semangat yang sama: menjaga Papua Selatan tetap damai, bersatu, dan bebas dari paham radikal.