Pontianak – Paham radikal dan terorisme masih terus berkembang di negara kita dan menjadi momok yang menakutkan. Karena tidak ada satupun dari kita yang terbebas dari ancaman paham radikal terorisme tersebut, karena kelompok yang mengajarkan paham kekerasan ini melakukan propaganda dengan berbagai cara, termasuk kepada kaum perempuan.
Untuk itu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) mengajak kaum wanita yang ada di Kalimantan Barat untuk mengikuti acara “Rembuk Kebangsaan”. Acara yang mengambil tema “Perempuan Pelopor Perdamaian” ini digelar di Hotel Orchard, Pontianak pada Kamis (16/3/2017),
Pesatnya arus informasi yang terjadi saat ini secara tidak langsung sangat membawa dampak dalam kehidupan kita baik dalam lingkup keluarga, masyarakat maupun bangsa dan negara. Arus informasi tersebut secara tidak langsung juga membawa paham radikalisme dan terorisme, “ujar Inspektur BNPT, Dr. Amrizal dalam sambutannya saat membuka acara tersebut
.
Untuk itu menurutnya, diperlukan filter atau penyaring agar kemajuan informasi tersebut tidak memberikan pengaruh yang buruk bagi generasi muda bangsa indonesia. “Kaum perempuan sebagai ibu diyakini sebagai salah satu tokoh yang dapat secara langsung membentengi arus globalisasi dan pesatnya informasi itu,” ujarnya.
Dirinya menyebut bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam menanggulangi terorisme diantaranya sinergitas masyarakat dan aparat serta adanya penguatan nilai-nilai lokal dalam mencegah paham radikal.
“Apa yang kita perlukan untuk menanggulangi potensi radikalisme? tak ada lain adalah diperlukan adanya kebersamaan untuk mencegah terorisme,” ujarnya.
Untuk itu melalui kegiatan ini pihaknya mengajak untuk senantiasa membentengi diri terhadap ancaman terorisme, dan terus membentengi diri terhadap ancaman terorisme yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Sementara itu Ketua Program Studi Sosiologi Ilmu Politik dari Universitas Tanjungpura, Fiza Yuliansyah, S.Sos, MS.i dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa keterlibatan wanita dalam jaringan terorisme menunjukkan pergeseran, dari sebelumnya simpatisan menjadi pelaku. Menurutnya, ada tiga faktor utama yang menjadikan wanita bisa masuk ke dalam jaringan pelaku terorisme.
“Yang pertama adalah patriarki yang dianut di Indonesia. Seorang wanita dituntut tunduk patuh kepada laki-laki, mengagung-agungkan pria, yang tak jarang menjadikan wanita tidak bisa menolak ajakan masuk ke dalam jaringan terorisme,” ungkap Fiza.
Faktor kedua, menurut Fiza adalah kondisi ketika wanita sebagai istri atau ibu menjadi korban pertama di setiap aksi terorisme. Menurutnya, wanita yang mendapati suaminya ditangkap karena keterlibatan dalam jaringan terorisme bisa memendam dendam.
“Oleh karena itu dibutuhkan pendekatan khusus kepada wanita ketika pasangan mereka ditangkap karena terorisme. Jangan sampai seorang wanita memendam dendam dan masuk ke dalam jaringan terorisme baru di kemudian waktu,” kata Fiza.
Sementara faktor ketiga yang menjadikan wanita terlibat dalam jaringan terorisme, masih menurut Fiza, lebih pada kemampuannya untuk tidak sekedar menjadi aktor di lapangan. “Ada wanita yang memiliki intelektualitas tinggi, dan jika itu tidak dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin mereka bisa terlibat menjadi pengatur strategi, logistik, sekaligus perekrut eksekusi,” tuturnya