Jakarta – Aksi terorisme yang telah terjadi selama ini telah menjadi momok bagi bagi bangsa ini. Dari berbagai kejadian aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air sudah lebih dari sebanyak 1.000 orang pelaku dari aksi terorisme ini yang telah ditangkap aparat keamanan. Setelah menjalani proses peraadilan dan mendapatkan vonis bersalah, para pelaku ini pun menjadi narapidana dan menjalani masa hukuman di berbagai Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang ada di Indonesia .
Seperti halnya narapidana kasus lainnya, selama menjalani masa pembinaan di Lapas para narapidana kasus terorisme ini juga menjalani rehabilitasi yang dilakukan para petugas Lapas. Namun proses rehabilitasi terhadap narapidana kasus terorisme ini tentunya tidak sama dengan narapidana kasus lain pada umumnya.
Agar rehabilitasi ini berjalan maksimal, Subdit Bina Dalam Lapas pada Direktorat Deradikalisasi di Kedeputian I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme mengadakan Rapar Koordinasi (Rakor) Pengolahan Data Identifikasi dan Persiapan Rehabilitasi Narapidana Tindak Pidana Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara tahun 2018. Rakor ini digelar mulai Selasa-Jumat (15-18 Mei 2018) di Jakarta.
Acara ini dihadiri tidak kurang sebanyak 130 orang dari oleh 38 Unit Pelaksana Teknis/UPT (Lapas) dan 1 Lapas khusus Sentul, perwakilan dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, perwakilan Poltekip dan narasumber dari berbagai bidang, baik akademisi, peneliti, dan mantan aktivis gerakan radikal.
“Rehabilitasi narapidana tindak pidana terorisme merupakan upaya moderasi dengan mengurai tingkat radikalisme yang ditujukan kepada narapidana tidak pidana terorisme dan narapidana umum yang terindikasi terpapar paham radikal-terorisme,” ujar Kasubdit Bina Dalam Lapas, Kolonel .Cpl. Sigit Karyadi, SH, dalam sambutan laporannya
Lebih lanjut Kolonel Sigit menjelaskan, program rehabilitasi menjadi intervensi tahap awal yang diberikan kepada narapidana tindak pidana terorisme selama menjalani masa hukuman dan pembinaan di dalam lapas.
“Narapidana tindak pidana terorisme yang cenderung memiliki sikap kurang kooperatif membutuhkan strategi dan metode khusus dalam pembinaannya. Kegiatan rehabilitasi dapat dilakukan dengan “modernisasi pemahaman”, bagaimana menghadirkan kepada para napiter paham-paham keagamaan yang lain dari apa yang mereka yakini saat ini,” ujarnya.
Menurutnya, narapidana tindak pidana terorisme tersebut harus mendapatkan penempatan, perlakuan, dan pembinaan yang bersifat khusus. Pedekatan personal menjadi hal yang utama dan penting sebelum memulai berdiskusi tentang paham-paham keagamaan yang wasatiyah.
“Kepercayaan napiter kepada pamong dan petugas lapas adalah gerbang utama untuk program rehabilitasi,” ujar alumni Akmil tahun 1993 ini.
Dikatakannya rakor ini bertujuan untuk menyatukan persepsi pada program deradikalisasi khususnya tahapan rehabilitasi di tahun 2018 dan melakukan pengenalan mekanisme program rehabilitasi kepada Ditjen PAS dan Lapas,
“Ini agar pelibatan pamong napiter dalam memahami pola pembinaan yang sudah berjalan dengan baik, dan menjalin komunikasi untuk mendapatkan data dan informasi mengenai perkembangan napiter secara berkala,” ujarnya.
Untuk itu dirinya berharap keterlibatan Lapas baik Pamong Napiter maupun petugas Lapas lainnya beserta narasumber akan menjadi bagian dari kesuksesan program rehabilitasi narapidana tindak pidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan tahun 2018.