Magetan – Generasi muda menjadi target utama dalam penyebaran paham kekerasan yaitu radikalisme dan terorisme. Karena itu, generasi muda harus diberi bekal pemahaman agar mereka memiliki imunitas menghadapi masalah intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Hal itulah yang mendasari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Kapaten Magetan menggelar sosialisasi terkait bahayanya radikalisme dan intoleransi di kalangan pelajar di Kantor Kecamatan Barat pada Rabu (12/4/2023). Sosialisasi itu diikuti ratusan pelajar SMA/SMK.
Kepala Bakesbangpol Magetan Chanif Tri Wahyudi mengatakan dinamika lingkungan strategis pada tatanan global dan regional senantiasa memberikan dampak terhadap kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
Kemajuan teknologi dan kemudahan distribusi informasi sebagai ciri dari globalisasi merupakan potensi besar bagi seluruh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun disisi lain, justru perkembangan teknologi dan informasi ini dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan radikalisme dan juga intoleransi yang menyebabkan disintegrasi bangsa dan mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
“Penyebaran konten berita hoax, ujaran kebencian yang masif di media sosial, yang menyebabkan masyarakat setiap hari terpapar oleh konten – konten tersebut akibatnya muncul konflik di beberapa daerah. Perlu peran semua pihak untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar untuk selalu waspada terhadap penyebaran radikalisme maupun intoleransi,” kata Chanif.
Dia menerangkan sikap intoleransi merupakan bentuk pengingkaran terhadap kebhinekaan dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila maupun norma-norma agama yang beradab. Intoleransi beragama adalah suatu kondisi, jika suatu kelompok secara spesifik menolak untuk menoleransi praktek-praktek, para penganut atau kepercayaan yang berlandasan agama.
“Penyebabnya antara lain rendahnya pengetahuan beragama, tidak terbuka tentang pengetahuan, mengedepankan norma agama tanpa melibatkan norma sosial dan banyaknya penyebaran isu kebencian di media,” lanjutnya.
Sedangkan radikalisme adalah paham yang dibuat oleh seorang atau sekelompok yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik secara drastis dengan menggunakan cara-cara kekerasan. Adapun penyebaran radikalisme dilakukan melalui media sosial, kajian-kajian, hubungan kerabat, perkawinan, buku dan tulisan, organisasi masyarakat, dan tempat pendidikan.
Masalah radikalisme dan terorisme saat ini memang sudah menjadi permasalahan serius dunia, termasuk di Indonesia. Pengaruh radikalisme yang merupakan suatu pemahaman baru yang dimunculkan oleh pihak tertentu mengenai suatu hal, seperti agama, sosial dan politik, seakan menjadi semakin rumit karena berbaur dengan tindak terorisme yang cenderung melibatkan aksi kekerasan.
Untuk lingkungan pendidikan, dia berharap pada para guru, para pendidik serta pelajar, dan anak bangsa di manapun berada untuk berani dengan tegas mencegah paham intoleransi dan radikalisme jika ada indikasi mengarah ke sana.
“Jangan memberikan sedikit celah masuk untuk paham yang tidak sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila. Serta dapat membantu menyuarakan toleransi dan pesan – pesan damai kepada masyarakat, menghindari pemikiran dan perilaku yang mencederai persaudaraan beragama, persaudaraan berbangsa, dan persaudaraan kemanusiaan. Maka sangat efektif dalam meredam berita-berita hoax di media, ujaran kebencian, dan adu domba antar sesama elemen bangsa,” katanya.