Jakarta – Badan Nasional Penanggulngan Terorisme (BNPT) pekan lalu secara resmi telah meluncurkan Pelaksanaan Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 tahun 20201 tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan (Perpres RAN-PE) yang mengarah kepada aksi terorisme. Peluncuran pelaksanan Perpres dilakukan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin.
Dengan peluncuran Pelaksanaan Perpres RAN-PE tersebut diharapkan pelaksanaan penaggulangan terhadap ekstremisme kekerasan yang mengarah pada aksi terorisme ini dapat dilaksanakan lebih baik dan menyeluruh oleh seluruh komponen yang terlibat. Seperti diketahui Perpres RAN-PE sendiri telah diluncurkan pada
Direktur Eksekutif Wahid Foundation, Mujtaba Hamdi, M.Si, mengatakan bahwa kehadiran pelaksanaan Perpres RAN PE secara resmi ini merupakan bentuk representasi dari komitmen pimpinan negara dalam hal penanggulangan esktrimisme kekerasan.
“Hal ini menandai bahwa seluruh komponen pemerintahan baik yang ada di Kementerian dan Lemabaga (K/L) terlibat secara kolaboratif untuk menyukseskan pelaksanaan implementasi dari adanya RAN-PE ini,” ujar Mujtaba Hamdi di Jakarta, Rabu (23/6/2021).
Hamdi menyebut bahwa RAN PE ini bukan hanya milik BNPT saja, akan tetapi ownership atau kepemilikannya adalah seluruh kementerian dan lembaga yang ada di dalam RAN PE tersebut. Ia menyampaikan bahwa posisi BNPT dalam hal ini adalah untuk mengkoordinasi dan memimpin pelaksanaan terkait dengan rencana aksi itu.
”Pelaksanaan RAN PE tersebut juga bukan hanya rencana aksi eksklusif negara atau komponen pemerintahan pusat saja, tetapi juga secara bersama-sama harus didukung dan dimiliki oleh seluruh Pemerintah Daerah dan juga masyarakat sipil,” ucap Hamdi.
Lebih lanjut, Mujtaba menyampaikan bahwa Pemerintah Daerah harus juga tampil sebagai ujung tombak di dalam melaksanakan RAN PE ini di daerahnya, termasuk juga masyarakat sipil juga memiliki peran kunci disana.
”Karena dalam melaksanakan RAN-PE ini juga menerapkan konsep atau prinsip whole society approach atau pendekatan menyuluruh yang melibatkan semua komponen masyarakat bukan hanya komponen pemerintah, tetapi keterlibatan masyarakat juga sangat diperlukan,” tegasnya.
Menurutnya, pencegahan ekstremisme kekerasan ini tidak mungkin bisa berjalan sukses tanpa keterlibatan masyarakat sipil secara substansial. Pasalnya pemerintah memiliki keterbatasan jangkauan. Itulah kenapa keterlibatan masyarakat sipil menjadi krusial. Selain itu ia juga menyebut perlunya edukasi kepada publik terkait RAN PE yang mengarah kepada aksi terorisme ini.
”Meluruskan adanya isu-isu negatif yang berkembang terkait keberadaan RAN PE ini adalah tugas daripada tim pelaksanaan RAN PE. Artinya dibutuhkan edukasi publik, sosialisasi yang terencana dan dengan acuan yang jelas,” tutur peraih Pasca Sarjana Antropologi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Universitas Indonesia (Fisip UI) ini.
Mantan mantan Direktur Eksekutif MediaLink ini menyebut bahwa kemarin dalam acara peluncuran RAN PE tersebut, BNPT bersama komponen masyarakat sipil dan komponen yang lain juga sudah membuat panduan atau buku tanya jawab terkait apa itu RAN PE dengan bahasa-bahasa yang sederhana.
Selain bertugas melakukan edukasi kepada publik itu juga, Hamdi menyebut bahwa masyarakat juga memiliki tugas untuk mengawal prinsip-prinsip yang sudah tertuang di dalam pelaksanaan RAN PE tersebut.
”Di sana ada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM), partisipai publik, transparansi dan akuntabilitas. Yang mana hal ini digunakan sebagai tolok ukur bagi pelaksanaan dan digunakan sebagai panduan pelaksanaannya nanti,” terangnya.
Oleh karena itu ia mengingatkan jika dalam pelaksanaannya nanti menjadi melenceng dari prinsip-prinsip yang tertuang dalam Perpres itu sendiri, maka sebagai masyarakat sipil juga punya hak dan tanggung jawab untuk memperingatkan bahwa hal tersebut perlu untuk diselaraskan lagi dengan prinsip-prinsip yang sudah tertuang di dalam Perpres.
“Tujuan RAN PE ini adalah pencegahan menyeluruh, tidak hanya kepada ekstremisme kekerasan tetapi juga kepada tindakan-tindakan yang mendorong kepada hal tersebut seperti misalnya ujaran kebencian atau ideologi ekstremisme kekerasan,” tandas Mujtaba.