Iqbal Khusaini alias Rambo : Terorisme Bukan Soal Kemiskinan Tapi Ideology

Yogyakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme bekerjasama dengan Muhammadiyah mengadakan Kegiatan  dengan tema : Dialog Pencegahan Paham Radikal Terorisme dan ISIS Bersama Muhammadiyah menghadirkan mantan anggota teroris, dalam dialog yang menghadirkan 1000 masyarakat dan pelajar tersebut Ramli alias Rambo didampuk untuk menjadi salah satu pembicara. Kegiatan tersebut bertempat di Aula Gedung Sportorium UMY pada kamis, 28/07/2016.

Memulai kisah awal mula sepak terjangnya selama bergabung dengan kelompok jaringan teroris, Ketika terjadi kerusuhan Ambon berubah pikiran dan terketuk untuk ikut bergabung membela kaum muslimin yang tertindas.

“Sebetulnya niat awal ke Jakarta untuk masuk UI namun kemudian bertemu dengan teman-teman yang membawa misi kemanusiaan, pada awal 2000an berangkat ke ambon untuk membantu kaum muslimin yang tertindas, sampai di ambon saya menemukan suasana yang berbeda, masyarakat ambon keluar dari Ambon kami malah masuk”, ujarnya Rambo.

Konflik yang terjadi di Ambon berawal dari percekcokan biasa namun kemudian karena di Ambon terdapat kubu Muslim dan Non-muslim sehingga terjadilah perang senjata, di Ambon banyak sekali kawan-kawan yang pernah mengenyam pendidikan di Afganistan. Selain alumni Timur Tengah terdapat juga alumni Philipina, yang hampir semuanya menguasai ilmu kemiliteran, dari teman-teman inilah yang mentransfer ilmu kemiliterannya kepada yang lain.

Menurut Rambo, tidak pernah terbersit akan bergabung dengan kelompok teroris karena merupakan seorang pemuda yang suka dunia glamor, trek-trekan motor di Taman Mini menjadi kesenanganya, namun kemudian pengetahuan tentang Islam dan ingin membantu sesama muslim membuatnya berubah, bergabung dengan kelompok radikal mengantarkannya bergabung bergabung dengan MILF dan Abu Sayyaf.

Rambo Cukup lama di Philipina, rentang tahun 1990 sampai tahun 1995 baru kembali ke Indonesia, Senjata-senjata yang dipakai oleh teman – teman yang di Ambon dibeli langsung ke Philipina, senjata tersebut awalnya dipakai untuk menjaga NKRI dari rongrongan separatis.

Kelompok teroris tidak sembarangan dalam merekrut anggota, biasannya yang dicari adalah yang pintar IT untuk melakukan propaganda di dunia maya, orang yang mempunyai sifat leadership karena dibutuhkan kepemimpinan yang kuat, lincah dalam pergerakan dan cerdas.

Lebih jauh menurut Rambo, selama ini banyak yang beranggapan bahwa terorisme identik dengan kemiskinan dan ketidakberdayaan secara ekonomi namun sejatinya tidak semuannya benar karena banyak dari teroris berlatar belakang keluarga mampu bahkan kaya secara ekonomi, paham radikalisme lebih banyak menular melalui ideology.

Ideology yang keras serta iming-iming sorga membuat banyak orang yang dangkal pemikirannya berbondong-bondong menjadi anggota kelompok teroris, karena balasan dari setiap perbuatan adalah Sorga.

Rambo melihat tugas penting BNPT adalah harus terus melakukan edukasi agar masyarakat terutama generasi remaja tidak terjebak kedalam paham radikal. Karena bagaimanapun imbas dari bom yang terjadi bukannya tambah mengharumkan nama Islam justru semakin menjelekkan Islam itu sendiri terutama Indonesia.