Rakor Pokja Pendamping Sasaran Deradikalisasi merupakan Bentuk Pendampingan Mantan Napiter untuk Siap Kembali ke Masyarakat

Rakor Pokja Pendamping Sasaran Deradikalisasi merupakan Bentuk Pendampingan Mantan Napiter untuk Siap Kembali ke Masyarakat

Makassar – Sebanyak 161 Peserta dari Aparatur pemerintah setempat yang terdiri dari TNI, Polri Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemkumham) dan, Kanwil Kementerian Agama (Kemenag) mengikuti kegiatan Rapat Koordinasi Kelompok Kerja (Rakor Pokja) Pendamping Sasaran Deradikalisasi untuk wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat dan Maluku Tahun 2019 di Hotel Gammara Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (26/11/2019).

Kegiatanyang diadakan oleh Sub Direktorat Bina Masyarakat pada Direktorat Deradikalisasidi Kedepuian I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini merupakan rangkaian acara pembentukan Kelompok Kerja di berbagai wilayah Indonesia di tahun 2019 ini. Sebelumnya Rakor serupa sudah digelar di Medan dengan diikuti oleh aparatur pemerintah dari provinsi Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau dan Sumatra Selatan.

Kemudian Rakor kedua digelar di Jakarta dengan diikuti oleh aparatur pemerintah dari provinsi Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat. Sedangkan Rakor ketiga telah dilaksanakan di Surabaya dengan diikuti oleh Aparatur pemerintah dari provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Bali.

Dalam rakor keempat yang digelar pada Selasa (26/11/2019 hingga Kamis (28/11/2019 ini yang dibuka langsung oleh Kepala BNPT Komjen Pol Drs.Suhardi Alius, MH, menghadirkan beberapa narasumber. Narasumber yang dihadirkan pada hari pertama yakni Deputi I BNPT, Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis, Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA, dan dua anggota Kelompok ahli BNPT yakni Guru Besar Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. Hamdi Muluk, M.Si (kelompok ahli bidang Psikologi) dan Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) ‎Prof. Dr. Syaiful Bakhri, SH, MH, (kelompok ahli bidang Hukum). Hadir pula Inspektur Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Sulsel Kombes Pol. Robert Haryanto dan

Direktur Deradikalisasi BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, MA menjelaskan bahwa ada dua faktor yang dapat membantu mengembalikan mantan napiter yaitu mantan napiter itu sendiri, serta penerimaan di lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu deradikalisasi itu dilakukan kepada para mantan napiter agar mereka siap saat sudah kembali ke keluarga mereka.

“Namun perlu dimengerti juga bahwa jangan sampai keluarga dari mantan napiter tersebut juga ikut terpapar paham radikal terorisme itu, karena akan membuat upaya deradikalisasi menjadi sia-sia apabila napiter kembali ke lingkungan yang terpapar,” kata Direktur Deradikalisasi BNPT Prof. Dr. Irfan Idris, MA.

Oleh karena itu pada sesi diskusi antar kelompok kerja yang dibentuk oleh pihak BNPT dalam Rakor Pokja tersebut juga membahas antara lain mengenai kesulitan di lapangan yang dihadapi para peserta serta bagaimana sistem operasi nantinya yang kemudian bersama-sama untuk mencari solusinya.

Pada hari berikutnya BNPT mengundang Ustadz Sofyan Tsauri yang merupakan eks- Narapidana Terorisme dan Mitra Sub Direktorat Bina Masyarakat sebagai Narasumber. Selain membagi pengalamannya, Sofyan Tsauri juga memberikan sedikit sudut pandangnya terkait dengan masalah bagaimana orang dapat terpapar yang antara lain karena semakin pesatnya perkembanganan Teknologi Informasi yang seringkali digunakan sebagai alat untuk menyebarkan paham Radikal dengan mengatasnamakan Agama.

“Belajar Islam itu jangan sampai jadi mengisolasi diri. Belajar Islam harusnya tidak seperti itu, Islam tidak mengajarkan kekerasan, Islam adalah agama yang Cinta Damai, Bukannya malah merugikan orang disekitar kita. Belajar Islam itu untuk kebaikan, Kebaikan bagi diri sendiri dan bagi orang-orang disekitar kita,” kata Sofyan Tsauri.

Selain Sofyan Tsauri, Kakanwil Kemenkumham Sulsel Drs. Priyadi, Bc.IP, M.Si. juga turut hadir sebagai Narasumber. Menurutnya, tidak ada faktor tunggal yang menyebabkan orang menjadi teroris. Karena penjara penuh, maka muncullah paradigma reintegrasi yang bagaimana pelaku diberikan treatment. Apapun kejahatan termasuk terorisme adalah produk masyarakat, hasil interelasi dan hasil interkoneksi.

“Aparatur sipil negara menjadi garda terdepan untuk menjaga kesatuan Indonesia. Kekurangan kita wawasan kebangsaan dan pendidikan moral Pancasila sudah tidak ada lagi. Teman-teman TNI, Polri, dan aparatur sipil negara harus sama-sama turun ke lapangan, minimal di lingkungan kantor kita sendiri,” kata Priyadi.

Priyadi berharap kepada para peseerta yang hadir untuk dapat membangun sinergitas serta membangun koordinasi yang benar. Hal ini agar kegiatan seperti ini jangan sampai hanya selesai sampai dilingkup Rakor Pokja ini saja.

“Mari kita bangun komitmen bersama, turun bersama-sama. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan. Karena bibit-bibit radikalisme saya rasa sudah mulai muncul di Sulawesi Selatan, dan kita semua harus bahu membahu menanggulangi hal ini,” ujarnya.

Sementara itu Kasubdit Bina Masyarakat BNPT Kolonel Sus. Solihuddin Nasution mengharapkan agar ke depannya tidak lanjut dari kelompok kerja yang telah dibentuk agar terus menerus berlangsung sehingga tercapai tujuan yang diharapkan oleh Bapak Kepala BNPT yakni Satu Tekad Indonesia Damai.

Pada malam hari kedua setelah melakukan diskusi, acara kemudian secara resmi ditutup oleh Direktur Deradikalisasi BNPT, Prof. Dr. Irfan Idris, MA. Beliau mengingatkan agar para peserta tetap menjalin komunikasi dan bekerja sama setelah acara usai.

“Komunikasi seperti ini harap diperbanyak, tidak harus ketemu, yang penting komunikasi tetap terjalin antar pelaksana, karena bagaimanapun juga kenyataan di lapangan anda-anda lah yang lebih memahami,” kata Prof Irfan Idris.