Jakarta – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Subdit Bina Dalam Pemasyarakatan pada Derektorat Deradikalisasi di Kedeputian I menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Pengolahan Data Identifikasi dan Persiapan Rehabilitasi Terhadap Narapidana Tindak Pidana Terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rumah Tahanan Negara (Rutan) tahun 2018.
Rakor yang digelar di salah satu Hotel di Jakarta pada Selasa (15/5/2018) hingga Jumat (18/5/2018) mendatang ini diikuti sebanyak sekitar 130 orang yang terdiri dari 31 Kepala Lapas / Kepala Rutan beserta pamong yang mana Lapas / Rutannya terdapat narapidana kasus terorisme. Selain itu Rakor ini juga diikuti perwakilan dari Direktorat jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Ditjen PAS Kemenkum HAM).
Deputi I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir dalam paparannya menjelaskan bahwa rakor ini sangat penting karena nantinya BNPT akan sering ikut turun ke Lapas atau Rutan tidak hanya sekali saja dalam setahun. Untuk itulah komunikasi antara pihak BNPT dengan Lapas/Rutan harus lebih intensif sekaligus mengatakan kendala-kendala yang dihadapi selama di Lapas/Rutan.
“Kesulitan apa yang dirasakan oleh teman-teman di Lapas/Rutan sebagai pamong atau kesulitan apa yang dialami oleh Kalapas kita bisa diskusikan bersama kita untuk berupaya mencari solusi agar upaya penanganan terorisme ini bisa berjalan dengan baik. Karena kita tidak tahu ke depan apa yang akan terjadi, tetapi kita juga tidak bisa berpangku tangan,” ujar Deputi I BNPT, Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir.
Mantan Sekretaris Utama (Sestama) BNPT ini mengatakan bahwa antara BNPT dan petugas Lapas harus berusaha terus untuk melakukan program deradikalisasi terhadap narapidana terorisme meskipun ada anggapan di luar bahwa program deradikalisasi yang dijalankan pemerintah dinilai gagal seiring dengan adanya beberapa kejadian aksi terorisme yang terjadi akhir-akhir ini seperti rusuh di Rutan Salemba cabang Mako Brimob dan aksi bom bunuh diri di empat lokasi di Surabaya.
“Lihat di televisi jadian di Surabaya termasuk di Mako Brimob Depok semua orang berteriak kegiatan deradikalisasi gagal. Tetapi setelah dijelaskan tentang deradikalisasi akhirya orang menjadi tahu bahwa kegiatan deradikalisasi yang selama ini dilakukan oleh BNPT adalah terhadap orang sudah radikal dan sudah melewati proses hukum baik dia masih menjalani hukuman maupun yang sudah keluar,” ujaar mantan Direktur Perlindungan BNPT ini.
Lebih lanjut alumni Akmil tahun 1984 ini mengatakan dari hasil evaluasi yang dilakukannya, dari kegiatan deradikalisasi yang sudah dilakukan tentunya patut disyukuri walaupun dengan segala keterbatasan. Yang mana dari sekian banyak mantan narapidana terorisme yang sudah pernah tersentuh program deradikalsiasi ini hanya satu saja yang melakukan aksinya kembali, yakni kasus bom di gereja Samarinda, Kalimantan Timir. .
“Pelakunya itu bukan semata-mata pemahaman ideologi tetapi mungkin karena sakit hati dia keluar dari penjara mengejar anak dan istrinya tapi tidak diterima di keluarganya. Akhirnya dia merasa putus asa dan kembali ke teman-teman lamanya dan diajak lagi untuk melakukan hal seperti itu akhirnya terjadilah bom Samarinda itu,” kata mantan Asisten Intelijen Kepala Staf Kostrad ini.
Mantan Danrem 074/Wirastratama Surakarta ini pun juga mengapresiasi apa yang dilakukan petugas Lapas ini sudah cukup. Namun demikian tetap perlu dilakukan evaluasi agar untuk selalu ditingkatkan supaya hasilnya kedepan dapat lebih baik lagi dengan menggelar rakor tersebut.
“Untuk itulah kita sekarang berkumpul disini untuk menyatukan visi dan misi kita untuk nantinya dapat sama-sama bergerak di lapangan. Kita juga patut berbangga bahwa apa yang sudah dilakukan itu sudah mendapat kan hasil, kata pria yang dalam karir militernya dibesarkan di pasukan ‘Baret Merah’ Kopassus TNI-AD ini.
Dalam kesemptan tersebut jenderal kelahiran 18 Agustus 1960 ini juga menjelaskan program lain yang dijalankan Kedeputian I seperti kontra radikalisasi yakni untuk membentengi masyarakat agar supaya tidak mudah terpengaruh paham radikal. Yang mana program ini dilakukan dengan berbagai metode seperti kontra narasi melalui media baik online maupun offline.
“Ini agar supaya tidak serta merta ketika ada ajaran-ajaran yang dia dapatkan langsung dia telan mentah-mentah yang lalu diaplikasikan. Wujudnya yang dia dapatkan itu rata-rata jihad. Jihad yang dia pelajari adalah jihad perang saja. Padahal jihad itu macam-macam, tidak hanya perang saja,” ujar mantan Komandan Satuan 81/Penanggulangan Teror Kopassus ini.
Untuk itulah pada kesempatan baik ini pihaknya mengajak semua pihak untuk bersama-sama melakukan sinergitas dalam upaya penanggulangan terorisme. “Karena permasalahan terorisme bukan persoalan BNPT atau Ditjen PAS saja, tapi ini permasalahan bangsa, permasalahan kita semua. Seoga dengan pertemuan kita ini ke depan kita bisa berbuat lebih baik lagi,” ujar Deputi I mengakhiri.