Denpasar – Direktorat Jenderal (Dirjen) Bimas Hindu Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia, Prof Drs I Ketut Widnya, MA, MPhil, PhD mengatakan, paham radikalis tak ubahnya seperti wabah penyakit yang telah menggerogoti dan menyebar keseluruh sendi-sendi negara. Berdasarkan data, paham radikal ini telah merasuk di 19 provinsi di Indonesia.
“Kita di Indonesia sangat marah dengan paham tersebut. Istilahnya radikalisme semacam penyakit yang sudah menyebar dan sulit diatasi, bahkan sudah menjalar ke lembaga resmi. Radikalisme juga sudah merongrong sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata I Ketut Widnya di Denpasar, Bali, Jumat (4/8/2017).
Dikatakan, ada upaya ingin menyeragamkan kemajemukan di Indonesia. Semua itu dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan agama. Radikalisme adalah semacam penyakit yang sudah menyebar, bahkan sudah menjalar ke lembaga resmi. Keinginan mengubah Pancasila harus segera diobati, agar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tetap terjaga.
Hal itu terungkap dalam diskusi budaya di auditorium Institute Seni Indonesia (ISI) Denpasar yang bekerja sama dengan Bali Post. Diskusi budaya ini bertajuk ‘Memaknai Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Membangkitkan Nasionalisme’. Selain I Ketut Widnya juga hadir Rektor ISI Denpasar Prof I Gede Arya Sugiartha, S.SKar, MHum, IB Yudha Triguna dari UNHI, AA Agung Suryawan dari Paikertan Krama Bali.
Dirjen Bimas Hindu Kemenag juga menyatakan bahwa bangsa Indonesia sangat marah dengan rongrongan radikalisme itu. Warga Negara Indonesia tidak ada yang berkeinginan dilahirkan di Bali, Lombok, atau pulau Jawa. Sebab, kelahiran itu adalah takdir yang tidak dapat ditolak dan dilawan. Jadi, jika ada yang ingin melakukan penyeragaman melalui paham radikal, harus dilawan.
I Ketut Widnya berharap, melalui diskusi kebudayaan bertajuk ‘Memaknai Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Membangkitkan Nasionalisme’ itu, bisa memberikan solusi bagaimana menjaga keberagaman dalam satu bingkai, yakni pancasila. “Mudah-mudahan lewat dikusi ini ada solusi bagaimana menjaga keutuhan NKRI,” tegasnya.
Sementara Rektor ISI Denpasar, Prof I Gede Arya Sugiartha mengatakan, upaya memperkuat nasionalisme atau rasa kebangsaan, dapat dilakukan dengan memunculkan sifat-sifat positif manusia Indonesia. Salah satu caranya adalah membangkitkan kembali nilai-nilai kearifan lokal yang tertanam dalam budaya.
“Membangun budaya berarti membangun karakter manusia agar bertingkah laku baik dalam tatanan kehidupan bersama. Hal itu dikarenakan kebudayaan merupakan sistem kognitif yang dipergunakan untuk mengatur tingkah laku. Bangsa Indonesia telah lama terjerumus dalam cara berpikir logosentris yang hanya menganggap ilmu dan pengetahuan sebagai tulang punggung pembangunan semesta,” pungkasnya.