Radikalisme dan Terorisme Sudah Masuk Taraf Meresahkan

Denpasar – Isu gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia tidak lagi merebak sebagai wacana, tetapi sudah masuk taraf meresahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena sudah meresahkan, perlu kesamaan persepsi dalam mencegahnya gerakan tersebut masuk lewat sekolah maupun kampus perguruan tinggi.

Dijelaskan, dengan adanya fenomena tersebut, kalangan akademisi dari 79 perguruan tinggi yang tersebar di 12 provinsi mengadakan pertemuan bertajuk bertajuk “Focus Group Discussion (FGD)”. Semuanya bersedia menjadi “steering comittee” dan mengundang untuk mendeklarasikan pertemuan rektor se-Indonesia.

“Dalam pertemuan FGD peserta membahas cara mengantisipasi fenomena radikalisme dan terorisme itu. Pertemuan di Museum Bung Karno, Universitas Mahendradatta, bisa merasakan spirit perjuangan para pahlawan bangsa. Bagaimana perjuangan mereka untuk melakukan gerakan untuk kemerdekaan bangsa dari penjajah,” kata Rektor Universitas Mahendradatta, Dr Putri Anggreni di Denpasar, Jumat (28/7/2017).

Seperti dikutip dari ‘antaranews’, Putri Anggreni mengatakan, dukungan terhadap pertemuan ini karena melihat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia masih mudah terprovokasi dengan paham dan ideologi terorisme dan radikalisme. Mereka kemudian merongrong kebangsaan dan kenegaraan, yang mana tumbuh dan digali dari nilai-nilai dan budaya sendiri.

“Pertemuan ini digagas karena melihat kenyataan bahwa masyarakat Indonesia masih saja ada dan mungkin juga dalam jumlah skala besar yang sangat mudah terprovokasi dan terpengaruh dengan paham dan ideologi terorisme dan radikalisme. Perguruan tinggi, memiliki perantara strategis menangkal radikalisme. Seharusnya semua perguruan tinggi dapat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” jelasnya.

Secara terpisah, Rektor Universitas Mpu Tantular Jakarta, Dr Ir Mangasi Panjaitan, ME menggarisbawahi agar gerakan para rektor bisa menghadirkan seluruh rektor di Indonesia. “Di Indonesia ada 4.350 perguruan tinggi, dan kami berharap pertemuan tersebut bisa dihadiri seluruh rektor atau ketua perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, besar atau kecil karena masalah yg sekarang dihadapi tidak bisa diselesaikan sendiri-sendiri,” katanya.